Squirrel Stories

Where is the best place to hide this almond? Squirrel: hmm..yummy. Wait, i’ll keep this one. Don’t go anywhere
Me: Hmm? Are you still hungry?
Don’t worry, i have more almonds
for you 🙂
I want to eat alone. birds..go awayy You want more? come closer ..
Me: cekcekcek.. come. I’m your friend from Indonesia. Can we chat?
Squirrel: I’d love to if you have some almonds for me.
me: sure 😉
Squirrel: Nice to meet you. Are you cold? What’s the weather in Indonesia anyway? Is it warm?
Me: Yup. Do you want to visit your friend in Indonesia someday, maybe?
Squirrel: Well, it’s depents on how much almonds do you have.
Me: hahaha, smart squirrel, are you?
Squirrel: of course i’m 🙂
Me: Hm? Do you want to play hide and seek with me? Ok, no problem.
Squirrel: Are you sure you can find me?
Me: Absolutely. I have a lot of almonds 😉
Squirrel: haa… are you cheating on me, aren’t you?
Me: noo. :). How could you say so? 😉 *wink*
Me: I have to go. It’s a pleasure to meet you.
Squirrel: Me too. Thanks so much.
Me: you’re welcome. wish i could come by someday.
Squirrel: Bye. miss you and take care *hehe, GR banget dikangenin tupai :)*

York-Thirsk

Setelah bercengkerama sebentar dengan tupai-tupai di Leamington kami naik bis kembali ke Coventry. Malam hari kami melanjutkan perjalanan dari Leeds ke York. Menginap di York. Esok paginya dengan transport lokal ke Thirsk. Dalam buku pertamanya yang berjudul “Seandainya mereka bisa bicara” , Herriot menyamarkan kota Thirsk dengan nama Darrowby. Tentang James Herriot juga dapat disimak di sini. Saya sendiri mulai tertarik dengan nama Herriot ketika tokoh ini disinggung Andrea Hirata dalam salah satu tetralogi laskar pelanginya. Sejak itu saya suka membaca artikel partner tentang James Herriot, dan baru membaca bukunya belum lama ini. Sekarang saya sedang membaca buku Herriot versi terjemahan yang berjudul Dog Stories. Nah, sekarang jadi rebutan sama partner :).

Kembali ke Thirsk.

Pemandangan pedesaan sangat memikat hati. Bukit dan lembah hijau nan lapang terhampar dimana-mana. Ternak sapi, dan domba berselang-seling mengisi padang rumput yang luas. Beberapa ternak terlihat bermalas-malasan, sekedar merasakan hangat sinar matahari yang menembus kulit mereka, lainnya asyik memamah biak. Rumah-rumah penduduk bersusun bata tampak di kejauhan, dengan kebun bunganya yang berwarna-warni. Tampak juga kandang besar, tempat tinggal ternak-ternak itu. Kehidupan sungguh tenang dan damai. Khayal saya melambung jauh, pada lembah dan sungai yang berliku-liku di sela pepohonan, pada rumah dan kebun bunga yang mengingatkan saya pada buku cerita kanak-kanak saya dahulu. Semuanya begitu mengagumkan dan diam-diam menimbulkan rasa iri yang dalam. Saya bayangkan diri saya menjadi bagian darinya, berjalan, berlari, berbaring dan bermalas-malasan di padang luas, menyusuri sungai, menerobos ilalang, dan menemukan petualangan. Hahaha, mulai ber-lima sekawa lagi deh :).

Herriot benar, Thirsk sungguh indah. Sampai di kota, kami langsung mengunjungi museum Herriot. Rumah yang dijadikan musium ini adalah rumah tinggal Herriot, Siegfried dan Tristan. Ketiganya adalah dokter hewan dengan karakter yang saling menakjubkan :). Siegfried, si tukang perintah, Tristan yang santai dan Herriot yang tenang. Memang betul, dengan membaca bukunya terlebih dahulu kita jadi bisa meresapi dan memaknai yang ada di dalamnya. Seakan-akan setiap adegan dalam buku diputar ulang di hadapan kita. Dan kita dapat merasai setiap momen-nya.

Setelah selesai melihat-lihat musium Herriot kami berkeliling sejenak di Thirsk. Selanjutnya kami naik bis kembali ke York. Di York kami berjalan-jalan ke sebuah taman umum. Di tempat ini partner pernah berfoto dan bermain-main bersama makhluk lucu dan gesit itu sembilan tahun lalu. Melangkahkan kaki tak jauh dari pintu masuk, langsung terlihat seekor makluk imut bergerak cepat. Bulunya berwarna campur abu-abu dan coklat muda. Kami berusaha mendekatinya dengan memberikan biji kenari. Mata kecilnya menatap kami dan kenari di rumput. Makhluk kecil itu dengan sigap mendekat, mengambil biji kenari dan mundur beberapa langkah ke belakang kemudian asyik mengunyah makanannya. Lucu sangat melihat gayanya. Setelah selesai dengan biji kenari pertamanya, dia kembali dengan tetap bergaya hati-hati. kenari berikutnya saya letakkan di rumput kembali, dia mengambilnya dan menatap saya. Entah mengapa ya, mata itu seolah-olah berkata “aku mau satu lagi”. Saya letakkan satu kenari kembali dan dia mengambilnya. Mengunyah satu biji dan membawa pergi lainnya. Saya perhatikan dan dia mengeruk rumput di sisi lainnya. Oh, saya paham, tupai itu menyimpan kenari lainnya sebagai persediaan makan dia untuk musim dingin nanti. Atau juga dia menyimpannya di tanah agar tak disantap burung-burung nakal yang suka menyambar biji-biji yang saya berikan kepada tupai-tupai kecil itu.

Kami berjalan menyusuri hamparan rumput. Di seberang jalan banyak pepohonan tinggi. Biasanya akan terlihat tupai-tupai keluar dan berlarian. Lainnya asyik berlarian dan memanjat dengan cara mencengkeramkan jari-jari mereka di atas permukaan cabang pohon. Di sini banyak sekali tupai, tapi kami sedikit kesulitan memancing mereka mendekat. Nah, di sini kami mendapatkan pelajaran baru. Seseorang mendekati dan mengajarkan kami cara memanggil tupai-tupai itu. Dia mencontohkan dan tak lama beberapa ekor tupai mendekat. Mau tahu caranya? Ini dia: cukup berdecak saja, hampir seperti kalau kita mengucapkan kata ckckck. Kami mempraktikkannya dan aha, tupai-tupai itu muncul mendekat. Asyik sungguh bercengkerama dengan tupai-tupai ramah itu. Tapi kenyamanan sedikit terganggu dengan munculnya burung-burung yang ikut menyambar biji-biji jatah tupai. Namun yang membuat senang lagi, tupai-tupai itu akan muncul kembali, bahkan mereka mengikuti kami dengan harapan diberikan kenari lagi. Sayang, kenari kami sudah habis. Duh, menyesal tak membeli kenari banyak-banyak. Sampai-sampai kami perlihatkan plastik pembungkus kenari kepada tupai-tupai itu. Maafkan kami kawan. Besok pagi kami coba kembali ke sini sebelum kami berangkat ke London, ok?

Warwick, Stratford, Leamington

Hari kedua di Coventry kami niatkan untuk mengunjungi tiga tempat, yaitu: Warwick, Stratford, dan Leamington. Pagi-pagi kami berangkat ke Warwick. Perjalanan ditempuh dalam waktu 1 jam. Inginnya sih masuk dan melihat-lihat kastil Warwick. Sayangnya, mengukur waktu dan tempat lain yang akan kami kunjungi, memaksa kami mengurungkan niat masuk ke dalam kastil yang sangat luas ini. Maka cukuplah kami memandang kastil dari luar. Cerita lengkap mengenai kastil Warwick dapat disimak di sini.

Selanjutnya, kami naik bis ke Stratford. Stratford dan Leamington masing-masing ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah jam. Stratford adalah kota kelahiran sastrawan terkenal di Inggris, William Shakespeare. Selain Shakespeare, Stratford juga dikenal dengan sungai besar yang bernama Sungai Avon. Bebek dan angsa adalah penghuni setia sungai Avon. Berpuluh angsa dan bebek mengapung di atas permukaan air. Kepak sayap angsa-angsa yang terbang membuat hingar bingar suasana. Kami memberi mereka biskuit cracker yang disambut dengan gaduh. Jatah cracker habis, dan hanya tersedia kentang goreng sisa kemarin. Setelah mendapatkan informasi dari penjaga perahu bahwa angsa-angsa tersebut memakan apa saja, kami coba memberi kentang. Ajaib, kentang-kentang itu pun habis mereka lahap. Wah, pemakan segala nampaknya angsa-angsa itu :).

Lepas siang hari kami meneruskan perjalanan ke Leamington. Di tengah perjalanan kami sempat ragu karena khawatir waktu tak mencukupi. Namun akhirnya diputuskan sebentar saja sekedar melihat-lihat. Keputusan ini dipicu oleh pemandangan padang rumput di tengah kota yang menarik perhatian saya. Kami berhenti dan langsung menuju hamparan rumput hijau bersih yang tampak nyaman itu. Hmm, kalau saja cuacanya hangat boleh juga berbaring sebentar menatap langit luas ;-). Kami duduk-duduk sambil melahap camilan dan berfoto sebentar.  Partner kemudian mengajak saya berjalan ke taman yang terletak di seberang padang rumput. Kami berkeliling dan tiba-tiba tampak oleh partner makhluk imut lucu dan lincah. Kami berdua terkesiap, tak menyangka menemui makhluk imut itu di Leamington. Awalnya kami berharap dapat melihat tupai di Coventry. Syukurlah, tadi kami sempat meluangkan waktu membeli camilan biji-bijian. Jatah almond untuk mereka tentu saja ada walau tak banyak ;-). Sepertinya tupai-tupai Leamington memang memanggil kami, dan berpesan agar membawa buah tangan kenari yang banyak untuk menemui mereka *wink*. Namun kami tak bisa lama-lama karena kami harus kembali ke Coventry.

Bye squirrel, it’s really nice to meet you all. It was very pleasant surprise.

Coventry

Sembilan tahun silam kartu pos dan beberapa lembar foto menjadi alat komunikasi kami. Itulah sarana komunikasi yang paling murah dan terjangkau. Kami berdua sama-sama harus berhemat. Saat itu partner mengambil program master yang diperolehnya dari beasiswa British Embassy. Dan Coventry University adalah kampus tempat partner belajar.

Tahun berlalu dan hari ini partner dan saya mendapatkan kesempatan mengunjungi Coventry. Coventry adalah kota di West-Midlands, Inggris. Kunjungan kami yang pertama tentu kampus Coventry, dengan simbol burung phoenix.

Dalam mitologi mesir phoenix digambarkan memiliki bulu yang sangat indah berwarna merah keemasan. Phoenix dikatakan dapat hidup 500 atau 1461 tahun. Setelah hidup selama itu phoenix akan membakar dirinya sendiri. Setelah itu dari abunya, muncullah burung phoenix muda. Phoenix merupakan simbol dari keabadian, lambang dari siklus kehidupan setelah mati, dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati.

sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Phoenix_(mitologi)

http://en.wikipedia.org/wiki/Phoenix_(mythology)

Ruang perpustakaan, kotak telepon umum, kantin dan ruang kuliah tidak lupa kami telusuri. Ingatan saya kembali kepada tumpukan postcard dan foto yang partner kirimkan dahulu. Membayangkan sosoknya belajar dan berjalan di tengah udara dingin, membeli kartu pos dan memaksa menuangkan coretan yang nyaris tak terbaca oleh saya karena jari-jari tangannya membeku diterpa sengatan salju tebal.

Perjalanan kami selanjutnya adalah mengunjungi musium Herbert, yang merupakan pusat budaya dan sejarah Coventry. Dalam pameran itu ditampilkan tentang asal usul  Coventry.  Ada satu yang paling menarik perhatian saya, yaitu kisah mengenai Lady Godiva.  Cerita lady godiva ini masih simpang siur kebenarannya. Sebagian meyakini kebenaran cerita ini lainnya percaya ini adalah sebuah legenda. Alkisah, seorang lady menentang kebijakan suaminya untuk menaikkan pajak kepada rakyat. Dan sebagai tanda protes maka sang lady bersedia memenuhi permintaan suaminya untuk berkeliling kota menaiki kuda dengan tidak mengenakan selembar kain pun. Dan seluruh rakyat diminta untuk menutup pintu sebagai tanda solidaritas. Namun ada satu orang yang bernama Peeping Tom, yang mengintip saat sang lady berkuda. Peeping Tom kemudian buta dan mati.

Selanjutnya adalah berjalan-jalan di area city center dan kawasan sekitar kota lainnya. Esok hari kami berencana untuk mengunjungi Stratford.

Leamington

Hari kedua di Coventry. Setelah hari pertama menapak tilas tempat partner kuliah dahulu, maka hari ini kami putuskan berjalan keluar kota. Stratfort adalah pilihan pertama. Penggemar karya-karya Shakespeare pasti mengenal kota ini. Statford juga mempunyai sebuah sungai besar, yang dikenal dengan nama Sungai Avon, terletak di sebelah selatan Warwickshire, Inggris. Untuk saya yang paling menarik perhatian tentu saja sungai besar dengan bebek serta angsa di dalamnya :). Oya, cerita bagaimana mulanya kami ada di sini dan lainnya menyusul. Ini hanya ingin bercerita kalau hari ini kami berhasil melihat tupai :).

Tupai? Ya, makhluk imut dan lincah itu kami temui di Leamington, tempat yang hampir saja kami lewatkan untuk dikunjungi. Ah senangnya dan beruntung juga kami tak sengaja membeli bekal kenari dan kerabat biji-bijian untuk cemilan. Jadi, bekal itu kami bagi dua dengan tupai-tupai ndut itu. Seperti ada ikatan bathin antara tupai dan kami ya..;). Namun kami tak bisa lama-lama karena harus kembali ke Coventry dan melanjutkan perjalanan ke York, lalu ke Thirsk.

Thirsk adalah tempat James Herriot, seorang dokter hewan yang kemudian terkenal dengan buku yang berisi kisah pengalamannya bekerja sebagai dokter hewan selama di Thirsk. Buku ini kelak menjadi best seller dan banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Pertama kali membacai buku ini, saya seperti merasa sangat familiar dengan gaya penulisannya. Dan saya baru tersadarkan buku ini mengingatkan saya pada tetralogi laskar pelangi karya Andrea Hirata. James Herriot sendiri pernah disinggung-singgung dalam salah satu tetralogi tersebut. Tak heran karena Andrea pengagum Herriot :).

Tulisan ini dibuat di dalam bis dalam perjalanan Coventry – York.

Kastil Cardiff

Inilah tempat pertama yang kami kunjungi di Cardiff, Castle Cardiff.  Purinya sangat luas, walaupun tak seluas kastil di Warwick. Tampak luar benteng tinggi menutupi kastil. Beberapa bendera riuh berkibar diterpa angin. Tiba-tiba saya teringat pada cerita dongeng putri tidur, halah :).  Menapakkan kaki di atas kayu melambungkan angan saya pada pintu kayu benteng yang dapat ditarik membuka dan menutup. Tak seperti itu sih, karena kayu yang ini sudah berubah menjadi semen, dan tak perlu ditarik oleh tentara yang menjaganya dari dalam kastil. Di sebelah kanan berdiri benteng pertahanan sekaligus perlindungan bagi penghuni kastil. Konon ini tempat pasukan memata-matai musuh. Kastilnya sendiri berdiri megah ditengah-tengah hamparan rumput  hijau.

Kami masuk ke dalam dan menyusuri ruang-ruang di dalamnya. Ornamen-ornamen di dalam kastil sarat dengan warna-warna keemasan. Sesekali partner bercerita dan saya berusaha memahami kisah dibalik sejarah kastil Cardiff ini. Kali ini saya sungguh-sungguh menyesal tidak mengikuti saran partner, yang meminta saya mencari tahu dan membaca dahulu tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Hanya satu anjurannya yang saya ikuti, membaca buku James Herriot sebelum pergi agar saya bisa meresapi nuansa yang ditawarkan museum Herriot dan kota Thirsk itu.

Esok hari-nya sebelum menuju bis ke Coventry kami luangkan waktu untuk mengikuti tour sightseeing. Singgah sebentar di Cardiff Bay. Udara dingin langsung menerpa wajah, rasanya sedikit perih dan tangan seketika membeku. Untunglah terbantu sedikit dengan penjual pancake yang menjajakan dagangannya di sana. Uap panas kompor menjadi penolong sementara dan pancake yang dijajakan memang enak :).

Perjalanan kami di Cardiff berakhir di sini. Kami akan melanjutkan perjalanan ke Coventry. Saya melirik partner yang sepertinya sudah tak sabar mengunjungi kampusnya dulu. Ada yang meleleh dari dalam sana, ya saya tahu, suatu hari nanti dia ingin datang ke kota dan kampus ini dengan saya disampingnya. Dan sebentar lagi impian kami terwujud :).


http://kuncoro.com/2010/03/thirsk-or-bust/

Blessing In Disguise

Seperti dipaparkan pada tulisan sebelumnya perjalanan kami tempo hari tidak lepas dari peranan blogger Imam Brotoseno dan maskapai penerbangan AirAsia. Kami mendapatkan tiket gratis pulang pergi Jakarta-London. Untuk route penerbangan ke UK kami harus transit terlebih dahulu di Malaysia. Rencana perjalanan kami sempat tertunda karena adanya gunung meletus di Irlandia. Pada saat kejadian itu kami sudah berada di Malaysia, bahkan kami sudah berada di dalam pesawat. Tak lama pilot mengabarkan bahwa keberangkatan ke London ditunda dikarenakan meletusnya gunung Eyjafjallajokull dan menyebabkan bandara Stanted ditutup. Kami semua keluar dari pesawat dan kembali ke ruang pemberangkatan. Selang menunggu, pihak AirAsia memberi snack dan menu makan kepada penumpang.  Menunggu tanpa kepastian tentulah sangat tak nyaman.

Menjelang sore kemudian dikabarkan bahwa penerbangan ke London tidak akan mungkin diberangkatkan, dan kami semua diminta untuk mencari tempat menginap. Dan karena penundaan ini terjadi disebabkan bencana alam dan bukan karena kesalahan dari pihak AirAsia maka biaya penginapan ditanggung pribadi. Pihak AirAsia menjanjikan untuk mengabarkan berita kepada para penumpang jika ada kabar terbaru. Praktis malam itu semua hotel yang dekat bandara penuh. Beruntung kami dan beberapa penumpang lain mendapat hotel transit yang tak terlalu jauh dari bandara.

Menjelang pagi hari kami di sms dari AirAsia mengenai kemungkinan penerbangan ke London akan diberangkatkan pagi ini. Berangkat ke bandara bersama rombongan penumpang lainnya kami berusaha meyakinkan diri bahwa isu ini benar. Sampai di bandara, ternyata kami belum mendapatkan kepastian mengenai berita keberangkatan. Pihak AirAsia masih menunggu laporan dari Stanted. Kami berusaha mencari kabar mengenai kondisi abu dari meletusnya gunung Eyjafjallajokull. Namun akses internet di bandara Malaysia ini ternyata sulit sekali. Ada satu premium lounge yang hari itu juga dipenuhi orang yang mempunyai tujuan yang sama dengan kami. Akses wifi di beberapa tempatpun ternyata dibatasi IP addressnya, sehingga lebih sering gagal dibanding berhasil. Rasanya seperti berada di pengasingan, tak tahu informasi apapun. Untunglah staf-staf AirAsia di bandara Malaysia cukup kooperatif. Walaupun mereka sendiri dalam kebingungan yang sama mereka berusaha melayani dengan baik keluhan dan pertanyaan-pertanyaan dari para penumpang.

Hari itu kami memutuskan untuk tidak berdiam diri di bandara. Setelah menimbang situasi yang ada dan obrolan dari pihak AirAsia kami memutuskan untuk pergi ke kota Kualalumpur dengan harapan bisa menemukan ruang internet, sekaligus menghibur diri :). Koper telah kami titipkan di counter. Ini sebetulnya tidak sengaja, karena kami datang pagi hari dan langsung cek-in (karena isunya memang akan diberangkatkan pagi itu, maka beberapa orang memang sempat cek-in terlebih dahulu). Namun koper memang masih disimpan di counter menunggu kepastian pemberangkatan. Sore hari kami mendapat pemberitahuan bahwa pihak AirAsia tidak dapat memberangkatkan penerbangan ke Stanted. Kami kembali ke bandara, bertanya mengenai beberapa opsi yang ditawarkan pihak AirAsia kepada para penumpang. Staf AirAsia masih melayani kami dengan ramah walaupun hari menjelang malam dan pasti mereka capek bukan main menjawab pertanyaan yang sama dari penumpang lainnya. Malam itu kami mencari penginapan yang letaknya memang lebih jauh dari bandara namun lebih murah.

Beruntung hotel ini memiliki akses wifi walaupun kami hanya bisa mengaksesnya di lobi hotel. Besok pagi kami memutuskan untuk menjadwalkan kembali tanggal kepulangan ke Jakarta. Kami memilih untuk kembali ke Jakarta setelah menimbang beberapa situasi terbaru yang kami peroleh dari BBC.

Suasana bandara terlihat berbeda, tepatnya di dekat counter khusus untuk penumpang tujuan Stanted (London). Kami temui teman-teman kami banyak yang menginap di bandara. Pastilah mereka tak akan tidur di sana jika mereka masih mempunyai bekal. Awalnya sih mencoba untuk mengalihkan pikiran itu karena kami kira lebih aman buat mereka berada di sana sambil menunggu kabar. Sampai, kami melihat sebuah kejadian yang membuat hati kami miris. Seorang turis berusaha menawarkan voucher yang diperolehnya kepada pembeli di sebuah restoran untuk diganti dengan uang. Kami sempat juga melihat beberapa staf AirAsia mendatangi mereka serta memberikan beberapa air minum serta bungkusan makanan. Dan tanpa sengaja kami bertemu dengan dua orang dari mereka dan sempat mengobrol. Dari mereka kami mengetahui bahwa pihak AirAsia memberikan voucher kepada mereka yang dapat diganti dengan makanan dan minuman. Namun memang jumlahnya tidak sebanyak orang yang menginap di bandara. Bagaimanapun melihat kejadian ini membuat saya dan partner menghargai upaya yang dilakukan pihak AirAsia sebagai tanggungjawab mereka kepada sesama.

Dan untuk semua staf AirAsia yang telah melayani kami dengan baik, terutama untuk seorang mas (yang sayangnya saya tak sempat menanyakan namanya), kami sangat berterima kasih karena telah banyak membantu kami sehingga memudahkan kami untuk mengurus jadwal ulang perjalanan kami kembali ke Jakarta. Hei, kita ketemu lagi kemarin di Malaysia ya, dan dia masih ingat dan menyapa kembali dengan ramah.

Saya dan partner kembali ke jakarta dan merancang ulang perjalanan kami, sambil terus mencari tahu berita mengenai abu gunung Eyjafjallajokull. Berdoa semoga teman-teman kami yang terdampar dimanapun karena bencana abu ini segera dapat diberangkatkan dan selamat sampai tujuan.

Tak lupa terima kasih untuk AirAsia dan mas Imam Brotoseno, yang memberi kepercayaan dan kesempatan kepada kami sehingga kami dapat mewujudkan jalan-jalan ke negeri dongeng yang indah ini. Tak menolak kalau kapan-kapan kami ditawari tiket gratis lagi :).  And above all, thanks God.

ps:

Untuk beberapa teman yang kebetulan waktu itu bertanya mengenai AirAsia, silakan membuka webnya di sini.

Journey to London Part 1

Jadi, awal perjalanan kami bermula dari pemberian tiket gratis yang diberikan oleh maskapai penerbangan AirAsia. Tiket ini ditawarkan oleh Imam Brotoseno, seorang blogger kepada partner saya, Koen, yang juga suami saya. Partner mengiyakan tawaran tersebut. Dia boleh mengajak teman lainnya dengan syarat teman perjalanannya haruslah seorang blogger juga, yang telah lama nge-blog. Partner  kemudian mengajak saya. Syarat lainnya kami berdua harus menuliskan laporan perjalanan kami di blog. Maka mulailah kami merancang perjalanan ke UK. Untuk detailnya bisa dibaca di sini.

Untuk partner ini adalah kunjungan ketiga sekaligus pertama setelah lulus dari Coventry University 9 tahun yang lalu. Untuk saya sendiri ini adalah kunjungan kedua setelah kira-kira 14 tahun silam. Menakjubkan pada akhirnya kami dapat bersama-sama mengunjungi kembali negara ini.

Oya, sebelumnya perjalanan kami sempat tertunda dikarenakan meletusnya gunung Eyjafjallajokull. Semua penerbangan Eropa ditutup dan saat itu kami terdampar di Malaysia. Setelah beberapa hari kami memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan merancang ulang perjalanan.

So, here we are.

Setelah 13.5 jam di udara, melalui bandara LCCT, Malaysia, kami tiba di bandara Stanted, London dengan selamat. Sampai di sana kira-kira jam 11 malam. Udara dingin membekukan dan angin malam menyambut kedatangan kami. Berikutnya kami naik bis menuju terminal Victoria. Sungguh mengejutkan, kami diturunkan di tengah jalan. Memang tak jauh sih tapi dengan kondisi cuaca yang tak ramah seperti itu sungguh sangat tak nyaman. Kami meneruskan dengan berjalan kaki cepat-cepat, untuk menghilangkan rasa dingin yang semakin menusuk tulang. Sesampai di terminal, kami harus menunggu pagi tiba untuk naik bis yang akan membawa kami ke Cardiff.  Sisi terminal yang dibuka hanya satu, itu pun dengan pintu yang selalu terbuka. Rasa dingin semakin terasa. Kami menghilangkan dengan berbicara, berjalan atau kadang partner bernyanyi :). Mencoba duduk di bangku yang disediakan tapi permukaan kursi menyerap dingin dan mengalirkan ke tubuh kami. Beberapa orang lainnya tidur berselimutkan tas dan bawaan mereka, ada juga yang asyik bertelepon. Saya yang duduk kemudian memutuskan berdiri dan berjalan sebentar, sampai kemudian ada seseorang yang berteriak dalam bahasa yang berbeda, seperti Perancis atau Italia mungkin? Saya menengok tapi tak menyadari apa yang sedang terjadi sampai kemudian orang asing yang berteriak tadi mengarahkan dan menunjuk seorang laki-laki yang membawa tas. Saya terkejut dan menyadari bahwa itu adalah tas partner. Sebelum saya mampu berkata apa-apa partner menarik tas tersebut dan laki-laki itu berlalu pergi. Kami mengucapkan terima kasih pada pasangan yang memberitahu kami tadi dan dia kemudian mengingatkan agar kami berhati-hati dan tidak meninggalkan tas.  Lelah, kedinginan, dan rasa ngantuk membuat kesadaran kami menurun dan itu memang situasi yang menguntungkan buat para pencopet beraksi. Pelajaran nomor satu, waspada dan berhati-hati itu memang berlaku dimanapun kamu berada.

Pagi beranjak datang, ditandai oleh geliat orang-orang bekerja dan keramaian disekitarnya. Sinar matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya dengan udara dingin yang masih tetap sama. Bis kami telah datang. Kami bersegera naik ke dalam dan bersyukur mendapatkan kehangatan di dalam.  perjalanan ditempuh dalam waktu 4 jam. Pemandangan disepanjang perjalanan sungguh indah, penuh dengan padang rumput hijau yang luas. Tampak dikejauhan padang rumput berwarna kuning keemasan. Kata partner itu tanaman canola, mengingatkan saya akan minyak canola. Seperti itukah tanamannya? Sungguh cantik. Sesekali terlihat ternak domba, sapi dan kuda asyik mengunyah sarapan pagi mereka. Rumah-rumah bata tersusun rapih dengan kebun kecil yang berisi beraneka pepohonan dan tumbuhan. Bunga berwarna-warni menambah keindahan semesta. Entah mengapa pemandangan yang disuguhkan di hadapan saya seperti sebuah lukisan, tampak khayali tapi nyata. Indah sangat. Sayang saya tak sepenuhnya menikmati keindahan itu, rasa ngantuk sungguh mendera. Saya tertidur walau kadang terbangun, memotret dan tertidur lagi. Tak seperti partner, saya paling tak bisa tidur di pesawat, selalu terbangun dan terjaga.

Akhirnya kami sampai di kota Cardiff, ibukota dari Cymru. Cardiff adalah sebuah kota pinggir laut di New South Wales, Inggris. Tentang kota ini bisa dibaca di sini. Lanjut nanti ya :).

http://kuncoro.com/2010/03/thirsk-or-bust/