Belajar Tiada Henti

Museum

Perjalanan kami berakhir di kota London. Ibukota Inggris ini sangat ramai dan padat. Berbeda ketika kami berkunjung di luar kota London, jam 5 atau 6 sore hampir bisa dipastikan semua toko tutup. Tempat makan semacam MC D pun sudah tutup. Untunglah ada satu dua supermarket kecil yang masih membuka gerai tokonya. Kadang kami tak sadar kalau jam sudah menunjukkan angka 7 malam karena langit tampak cerah dan sinar hangat matahari masih terasa disertai hembusan angin dingin yang menusuk tulang.

Menjelang senja kami tiba di London. Perjalanan dari York ke London ditempuh dalam waktu 5 jam dengan menggunakan coach National Express. Kami langsung menuju wisma merdeka, tempat kami menginap di London. Malam itu London Symphony Orchestra akan mempergelarkan orkestra Haydn Symphony No. 97, Mozart Piano Concerto No. 17, dan Nielsen Symphony No. 4 (‘Inextinguishable‘). Konser bertempat di Barbican Centre. Haydn Symphony No. 97 adalah paduan yang paling menarik buat saya :). Kedua, Nielsen. Kenapa Nielsen? Sebenarnya saya lebih suka Mozart, tapi saat itu saya sedang merasa sangat lelah dan mendengar Nielsen seperti membangunkan saya pada sebuah kesadaran. Musiknya sinting. Semua alat musik dimainkan bersama-sama. Tapi dalam kondisi normal Nielsen sepertinya tidak menjadi pilihan saya.. hehehe.

Paginya kami melanjutkan petualangan ke daerah yang merupakan bagian dari kota London, Greenwich.Satu tempat yang kami tuju adalah musium Greenwich. Letaknya tepat di atas bukit. Dalam perjalanan menuju musium kami bertemu banyak tupai. Dan seperti biasa kami meluangkan waktu sebentar bercanda dengan tupai-tupai itu.

Untuk masuk musium Greenwich kami tak dikenakan pembiayaan, free. Tapi kami boleh memberikan donasi pada kotak amal yang telah disediakan. Di musium ini dipamerkan alat pengamat perbintangan. Selain itu ada juga simulasi dari benda-benda langit. Di layar lebar sedang ditayangkan sejarah bintang. Proses kelahiran dan kematian bintang serta bagaimana diri kita tersusun dari debu bintang. Keseluruhan isi film mengingatkan saya pada buku Cosmos, Carl Sagan. Sayangnya kami tak diijinkan mengambil gambar. Ada juga planetarium, yang saat kami di sana sedang tak bisa dioperasikan :(.

Oya, ada tempat yang paling istimewa di sini, yaitu lokasi O derajat yang dikenal sebagai standar waktu yang kita gunakan sekarang, atau GMT singkatan dari Greenwich Mean Time. Lokasi O derajat ini ditandai dengan sebuah garis logam panjang di lantai.

Setelah selesai kami kembali menuruni bukit dan bercengkerama sebentar dengan tupai-tupai yang sudah menunggu kami kembali *GR*. Kami harus bergegas untuk mempersiapkan kunjungan berikutnya yaitu: musium sains dan The British Museum. Ada apa di sana?

Pagi telah datang dan kami naik underground menuju musium sains yang terletak di South Kensington. Dan seperti musium Greenwich di sini pun kami tak diharuskan membeli tiket. Ada banyak pameran di musium ini, di antaranya: matematika dan komputer, serta cosmos. Di pameran komputer ditampilkan mesin komputer pertama yang ditemukan oleh …. (ayo, siapa yang bisa jawab? :)). Charles Babbage, adalah penggagas mesin komputer pertama. Ada juga kisah programer komputer pertama, dia adalah seorang perempuan yang bernama Ada Lovelace. Ada membantu Babbage membuat algoritma untuk menghitung bilangan Bernoulli yang akan digunakan pada mesin analitik Babbage.

Di bagian Cosmos sendiri, ditampilkan alat peraga perbintangan dan benda-benda langit. Di antaranya adalah teleskop yang dibuat oleh William Herschel. Planetary Model, Celestial Sphere: bola dunia yang menampilkan rasi-rasi bintang, Silver Star dan lain-lain. Duh, bukunya hilang padahal ingin lebih rinci menulis tentang ini.

Memang tak banyak yang dapat kami lihat karena waktu terus berjalan. Akhirnya beberapa tempat kami lewatkan. Menunggu sampai diusir pulang oleh yang punya musium, kami langkahkan kaki menuju wisma merdeka. Berberes untuk kembali ke tanah air esok hari dan kami masih berniat untuk sejenak bisa mengunjungi The British Museum pagi hari. Jika dan seandainya kami mempunyai kesempatan, tak akan bosan rasanya kembali ke negeri ini. Buat para pecinta buku, Inggris adalah tempat dimana banyak penulis bertebaran di berbagai kota lainnya di London. Dan saya belum ke Lordship Lane dan Beckenham, dua kota bersejarah penulis kesayangan saya, Enid Blyton.

 

1 Comment

  1. dhani

    Berdasarkan pengukuran via GPS, ternyata posisi meridian 0° di Greenwich tidak berada tepat di garis logam panjang itu melainkan sekitar 100 meter ke arah timurnya. Lucunya, karena alasan historis, pengelola museum Greenwich tidak mau mengakui hasil pengukuran GPS, trus sebagai protes mereka menaruh tong sampah di posisi bujur 0° versi GPS. Jadi kalau mau berpose di bujur 0° yg sebenarnya, mestinya mbak Enggar difoto di depan tong sampah itu, bukannya di garis logam di lantai, hihihi… 😀

    Reply

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.