Saat ini begitu banyak travel yang menawarkan paket umrah dan haji. Namun demikian berhati-hatilah memilih dan memutuskan, sebaiknya cari informasi sebanyak-banyaknya, lebih bagus lagi melalui kawan-kawan yang pernah mengikuti travel yang akan kita pilih tersebut. Ada banyak travel yang tidak memiliki ijin resmi, atau bahkan menumpang pada travel lainnya.
Alhamdulillah saya mengenal travel Arnussa. Saya memperoleh informasi travel ini melalui mas Harry Sufehmi (Terima kasih banyak mas Harry untuk rekomendasi travel nya 🙂 ). Tulisan Beliau tentang haji bisa dibaca di sini. Selama perjalanan umrah kemarin saya merasa puas dengan pelayanan yang diberikan Arnussa.
Pada waktu manasik selain memberikan pembekalan cara menjalankan ibadah umrah, pihak Arnussa juga mengingatkan jamaahnya untuk memperhatikan adab-adab yang sebaiknya dimiliki oleh seorang muslim semisal: saling membantu sesama jamaah lainnya, tidak bersikap egois, mampu mengendalikan diri dan terutama tidak perlu mengomentari orang lain (kata ustad, bagian terakhir ini yang paling sering dilakukan oleh ibu-ibu 🙂 ). Benar juga ya :).
Memang tidak ada yang benar-benar sempurna, tetapi saya sangat bersyukur karena pihak panitia sangat perhatian kepada para jamaahnya. Satu lagi yang membuat travel ini berbeda adalah karena Arnussa memberikan kesempatan kepada jamaahnya untuk beribadah secara mandiri. Tentu saja di awal mereka akan membimbing kami terlebih dahulu. Ustad di travel ini juga nggak lebay… hehe. Dalam arti, mereka membaca doa sewajarnya. Tidak berteriak-teriak menarik perhatian orang.
Bagi saya sendiri, doa yang diam-diam kita panjatkan akan terasa lebih khusyuk. Ustad di travel ini pun memiliki visi yang serupa dengan Ibu saya. Ibu saya bilang, kalau kamu tidak hapal doa-nya baca saja doa Robbanaa aatina (atau banyak orang menyebutnya dengan doa sapu jagad), dzikir dan doa yang ingin kamu pinta kepada Allah swt, dengan bahasa apa saja yang kamu bisa.
Pun di sana ketika saya kesulitan membuka buku doa, partner mengingatkan saya, untuk membaca doa apa saja yang saya bisa, dzikir, serta doa-doa berupa keinginan kita. Jangan memaksa diri untuk membaca di tengah keramaian orang demi keselamatan diri sendiri, orang lain serta untuk tidak mengganggu jamaah lainnya.
Kembali ke travel, mereka menyusun kegiatan dengan juga memperhatikan kemampuan fisik jamaahnya. Semisal, ketika hari itu kami akan umrah maka keesokan harinya setelah ibadah umrah maka panitia tidak membuat acara lain alias bebas. Panitia memberikan waktu istirahat bagi jamaah. Mereka diharapkan bisa mengukur ketahanan fisiknya masing-masing. Jika dibutuhkan waktu istirahat maka mereka bisa istirahat atau memilih meluangkan waktu dengan banyak beribadah di masjidil haram baik dengan membaca doa, dzikir, dan lain-lain. Esok harinya baru ada kegiatan ziarah atau umrah lagi. Jadi, tidak setiap hari kami umrah.
Memang banyak orang yang memilih untuk umrah berkali-kali, tidak salah. Tetapi menurut literatur yang saya baca, kualitas lebih baik dari kuantitas. Tidak perlu mengejar jumlah tetapi yang lebih penting adalah kualitas. Untuk apa umrah berkali-kali namun dalam kondisi lelah dan sakit? Ada baiknya travel juga memperhatikan kondisi para jamaahnya. Tidak semua jamaah muda dan sehat. Ada lebih banyak jamaah para orang tua atau mereka yang kondisinya tidak sehat. Bukankah mereka juga patut kita perhatikan?
Susunan kegiatan travel Arnussa memungkinkan kami untuk mengukur kemampuan diri. Hal ini saya rasakan pada hari ke tujuh (kalau tidak salah). Flu menyerang kami. Tubuh terasa demam dan pusing serta bersin berkali-kali sehingga kami memutuskan hari itu usai shalat shubuh di masjidil haram kami tidur sampai siang. Kami tidak shalat dzuhur di majid. Usai jamaah pulang shalat ashar baru kami pergi ke masjid untuk shalat ashar dan menunggu sampai saat shalat Isya. Memang sayang meninggalkan shalat di masjid namun kami juga tidak boleh menzalimi tubuh. Apalagi kami berniat untuk ikut umrah kedua, jadi kami harus menjaga stamina tubuh agar jangan sampai drop. Beristirahat diperlukan untuk melawan penyakit yang datang.
Kadang saya merasa heran juga, kok bisa ya kami rutin bangun tanpa kesulitan jam 2 dini hari, mandi dan pergi ke masjid. Sementara di Indonesia bangun jam 5 aja susahnya minta ampun .. hehe. Jam 2 shalat tahajud, shalat tobat dan shalat sunah lainnya dan baca-baca al-quran sambil menunggu waktu shubuh. Kembali ke hotel, sarapan dan setelah itu tidur sampai jam 8-9. Karena jam 10 kami sudah harus berangkat ke masjid kalau ingin mendapatkan tempat di depan Kaabah. Biasanya jamaah akan berbondong-bondong mencari tempat shalat di depan Kaabah. Karena itu mereka akan berangkat 2-3 jam lebih awal dari waktu shalat. Balik ke hotel untuk makan siang. Istirahat, atau saya biasanya ya tidur lagi. Lalu bersiap shalat ashar dan tetap di masjid sampai waktu shalat Isya. Terkadang urutan dan jam kami ubah, dzuhur di hotel, lalu ashar sampai Isya di masjid. Kami bangun jam 2 dini hari. Kalau partner nekad mandi saya nggak berani. Cukup sikat gigi dan membasuh muka. Barangkali itu sebabnya dia terserang flu terlebih dahulu abis bandel sih. Tetapi sama aja sih karena toh akhirnya saya kena flu juga.. hehe.
Ah, rasanya mimpi kami masih di sana. 9 hari terasa kurang. Semoga, suatu saat nanti Allah swt memberikan kami kesempatan untuk kembali ke sana, ke Baitullah. Amin yra.