Ada yang ingin saya ketahui lebih mendalam tentang pemberlakuan SPT Masa PPH Pasal 25.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan RI tentang Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan pajak penghasilan disebutkan:
Pasal 2:
Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Perubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984; atau
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
Pasal 3:
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.
Berdasarkan sumber penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dibedakan menjadi: (sumber dari sini)
1. WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
Contoh untuk yang menjalankan usaha adalah buka usaha bengkel, salon dan contoh untuk pekerjaan bebas adalah Dokter, Notaris.
2. WPOP Pengusaha Tertentu,
Contohnya adalah pedagang grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/ gerai yang tersebar dibeberapa lokasi, kecuali untuk restoran dan perdagangan kendaraan bermotor.
3. WPOP yang tidak menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas.
Contohnya adalah karyawan.
Dan karyawan adalah (sumber: di sini) mereka yang hanya mendapatkan penghasilan dari satu pemberi kerja, atas penghasilannya sudah otomatis dipotong PPh 21 oleh pemberi kerja, sehingga dengan demikian dia tidak perlu repot-repot menghitung berapa PPh yang harus dibayarnya.
Nah, yang ingin saya tanyakan adalah: bagaimana dengan penulis? Apakah benar penulis dimasukkan dalam kategori pekerjaan bebas?
Penulis adalah mereka yang mendapatkan penghasilan dari si pemberi kerja (baca: penerbit yang memuat naskah si penulis). Dalam hal ini penghasilan yang diterima oleh penulis adalah penghasilan bersih setelah dipotong pajak oleh penerbit.
Kemudian penulis diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 (berupa laporan Surat Setoran Pajak atau SSP setiap bulan) walaupun nilainya nihil. Dan keterlambatan SSP akan dikenakan denda seratus ribu (Rp 100.000) setiap bulannya.
Nah, seorang penulis tidak selalu naskahnya dimuat, tidak selalu bukunya laku terjual, dan lain-lain atau bagaimana jika ia tidak mendapatkan order menulis saat itu, namun penyampaian SSP tetap harus dilakukan. Dan sebagai manusia kita kadang khilaf, misalnya lupa menyampaikan SSP. Sudahlah tidak ada pemasukan, juga dikenakan denda karena keterlambatan SSP. Pertanyaan saya: tidak adakah kebijakan untuk penerapan peraturan ini? Atau setidaknya tinjauan ulang mengenai hal ini? Apakah memang seorang penulis harus menyampaikan laporan SSP setiap bulan? Dan pengenaan denda sehubungan dengan keterlambatan SSP?
Profesi penulis berbeda dengan profesi lainnya yang disebutkan di dalam kriteria WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, seperti dokter, akuntan, dan notaris.
Dokter, akuntan atau notaris yang membuka praktek sendiri dan dimasukkan sebagai wajib pajak yang melakukan pekerjaan bebas adalah karena mereka memotong sendiri biaya pajak yang mereka bebankan kepada konsumen yang menggunakan jasa mereka.
Berbeda dengan penulis, mereka tidak memotong pajak mereka sendiri. Pihak yang lain, dalam hal ini penerbit yang menerbitkan tulisan mereka telah terlebih dahulu memotong pajak tulisan si penulis sebelum menyetorkan penghasilan itu ke penulis. Penulis tidak memotong pajak penghasilannya sendiri.