Kesan pertama melihat film ini: ……
Titik-titik karena saya tidak tahu bagaimana cara membuat ulasannya. Selain filmnya yang setiap adegannya seperti berdiri sendiri juga karena saya tidak bisa memahami jalinan ceritanya.
Lantas, mengapa saya melihatnya? Sebab, film ini beberapa kali disinggung di tulisan-tulisan tentang astronomi. Saya pernah membacanya di blog langitselatan, juga kalau tidak salah ada di Cosmos, Carl Sagan.
Adegan diawali dengan pemandangan alam, seperti bebatuan dan hamparan tanah (atau gurun?) serta gua dengan stalaktit dan stalakmitnya. Kemudian tampak sekumpulan makhluk purba (seperti monyet?). Ada harimau bertarung dengan makhluk purba. Lalu makhluk-makhluk purba seperti monyet itu berkumpul di sebuah danau. Mereka saling bercakap. Sekumpulan makhluk purba lainnya datang. Keriuhan terjadi. Mereka saling berteriak dan menghentak-hentakkan tubuh dan kaki.
Adegan beralih kepada suasana malam hari. Langit malam yang kelabu dan alunan musik membuat suasana terasa begitu mistis. Sepasang mata dari harimau yang cemerlang muncul. Film berputar dan dalam gua yang dingin beberapa makhluk purba duduk berdempetan. Tiba-tiba sebuah sinar samar menerobos masuk ke dalam gua. Makhluk-makhluk purba gelisah. Mereka keluar dan tampaklah sebuah batu berbentuk persegi panjang berdiri terpancang. Makhluk-makhluk purba mengelilingi batu dengan ramai sekali. Mereka menyentuh batu besar itu. Malam beranjak pergi pagi pun datang. Nah, ini ada bagian yang menarik. Seekor makhluk purba tampak duduk sambil tanganya sibuk mengerjakan sesuatu. Dan musik latar nya. Wow, musik yang nyaris saya dengar setiap saat. Musik kegemaran partner.. hehe.
Entah ada hubungannya atau tidak dengan persentuhan makhluk-makhluk purba dengan batu besar, tapi sebuah keajaiban terjadi. Makhluk-makhluk itu menjadi lebih pintar sedikit, ditandai dengan hasil karya berupa godam (martil besar). Kemudian layar menampilkan seekor makhluk purba memukul-mukulkan kerangka tulang dengan menggunakan godam yang telah mereka buat. Godam itu digunakan untuk memukul seekor binatang besar (tentu saja tidak ditampilkan hewan itu dipukul. Yang muncul hanya godam yang dipukulkan pada kerangka tulang hewan itu). Musik berhenti dan tampaklah sekumpulan makhluk itu sedang asyik menyantap daging.
Lalu, dikisahkan juga sebuah pertikaian antar kelompok dari makhluk-makhluk purba itu. Godam dilemparkan ke atas dan layar perlahan menampilkan pesawat antariksa yang sedang mengorbit di ruang hampa. Pulpen yang melayang dan tangan seorang astronot yang mengambang di udara. Berikutnya pertemuan-pertemuan di antara ilmuwan dan astronot yang dikirim ke bulan untuk meneliti batu misterius yang ada di awal cerita. Berikutnya kisah perjalanan panjang kelima astronot menuju planet Jupiter.
Cerita berakhir ketika dua astronot menemukan kerusakan yang terjadi dan berhasil diketahui oleh komputer mereka yang super canggih. Namun ternyata kesalahan itu tidak ada. Dan komputer pintar itu kemudian berubah menjadi benda yang melawan manusia. Ia membunuh para astronot tersebut. Hanya satu astronot tersisa yang berhasil sampai di planet Jupiter.
Begitulah cerita dalam film A Space of Odyssey.
Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan oleh sang sutradara dalam film ini. Atau mungkin ia memang tak ingin menyampaikan apapun?
Walaupun film ini sukses membuat saya termenung, rasa penasaran akan kepopuleran film A Space Odyssey membuat saya penasaran. Tak cukup menonton filmnya saya juga iseng membacai tulisan-tulisan orang lain yang mengulas tentang film ini.
Kesan saya terhadap film ini adalah saya suka cara penuturan sutradara film menggambarkan suasana langit di waktu senja, malam, dan dini hari. Musik yang indah. Semuanya begitu sempurna. Penggambaran yang membawa lamunan kepada pertanyaan kehadiran kita di muka bumi ini. Begitu mistis, begitu indah sekaligus penuh rahasia yang tak terpecahkan. Magis.
Dan untuk seorang teman, sahabat yang kita tak selalu bersapa namun kedekatan dalam hati melebihi semua kata-kata, terima kasih banyak telah mengirimkan film yang indah ini untuk saya. Fransiska Hanum, makasih banyak ya :).