Sesungguhnya kami tak menyangka akan bisa pergi melaksanakan umrah tahun ini. Berawal dari tawaran sebuah travel (kami diperkenalkan oleh seorang kawan dengan travel Arnussa), saya dan partner kemudian memutuskan untuk mendaftarkan diri. Kebetulan tanggal dan bulan yang ditawarkan oleh travel Arnussa bertepatan dengan libur sekolah. Perjalanan ibadah umrah dimulai dari tanggal 24 Desember sampai tanggal 2 Januari 2015. Dengan pesawat JetAsia kami berangkat dari bandara Soekarno-Hatta untuk kemudian transit di bandara Suvarnabhumi, Bangkok Thailand dan meneruskan perjalanan ke Jeddah.
Manusia boleh berencana namun Tuhan yang menentukan. Di tengah perjalanan pilot memberi kabar bahwa pesawat akan mendarat di Bombay, India, dikarenakan ada masalah teknis. Jangan tanya perasaan hati kami saat itu. Partner menenangkan saya. Kami berdoa bersama. Alhamdulillah pesawat mendarat dengan selamat di bandara Bombay, India.
Karena kami tidak memiliki visa negara ini, maka seluruh penumpang tetap berada di dalam pesawat. Selama 11 jam kami berada di dalam pesawat tanpa suplai makanan dikarenakan JetAsia tidak membawa cadangan makanan, bahkan air di toilet pun habis. Barangkali ini adalah ujian pertama yang harus kami lalui. Sejak awal partner telah mengingatkan saya untuk tidak marah dan mengeluh. Dalam menunggu kepastian untuk melanjutkan perjalanan sebagian orang mulai marah sementara sebagian lainnya menenangkan diri. Betul apa yang dikatakan ustad kami pada waktu manasik, banyaknya uang yang kita miliki bukan jaminan kita bisa berangkat umrah. Hanya ridha Allah semata yang menjadikan segalanya mungkin. Maka, yang bisa saya lakukan saat itu adalah berdoa, memohon ampunan dan berharap ridha-Nya agar kami semua diperkenankan untuk bisa sampai ke Baitullah. Menyalahkan satu pihak atau orang lain tidak lah ada gunanya. Karena seperti partner bilang ke saya, kita semua di sini memiliki dosa yang kita tanggung bersama-sama.
Kurang lebih 11 jam total delay, pilot pesawat datang dan mengabarkan bahwa pesawat kami akan segera berangkat. Alhamdulillah. Sampai di bandara Jeddah sekitar tengah hari. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Madinah dengan bis. Perjalanan ke Madinah ditempuh kurang lebih 5 jam. Sampai di Madinah menjelang Isya. Sampai hotel kami segera membersihkan diri. Alhamdulillah saya bersama partner bisa melaksanakan shalat Isya di masjid Nabawi.
Malam itu kami berlama-lama di masjid Nabawi. Rasa syukur yang tak terhingga bahwa kami telah sampai di sini dengan selamat. Pada waktu shalat Isya seorang wanita arab di sebelah saya membagi sajadahnya ke saya. Awalnya saya tidak paham maksudnya kemudian dia berkata, it’s cold, dan dia menepuk pundak saya dengan halus meminta agar saya duduk di atas sajadahnya. Antara haru dan entah apa itu, hanya ucapan terima kasih yang sanggup saya berikan. Saat itu saya memang tidak membawa sajadah dan sedang shalat sunnah di atas lantai yang dingin. Madinah pun sedang musim dingin. Usai shalat saya menunggu dia selesai berdoa dan mengucapkan terima kasih sekali lagi. Wanita muda itu tersenyum manis. Mungkin berlebihan tetapi diantara peristiwa-peristiwa yang ada kalanya membuat hati getir ada juga momen-momen indah yang menggetarkan hati, yang membuat hati kita membuncah tiba-tiba oleh sebuah rasa yang tak terucapkan.
Esok hari, setelah shalat shubuh kami berniat ke Raudah. Setelah mencari informasi mengenai waktu-waktu Raudah dibuka untuk wanita, saya bersama dua orang kawan memutuskan untuk tetap di masjid sampai menunggu waktu dzuhur. Raudah dibuka untuk wanita setelah shalat dzuhur. Askar, sebutan untuk polisi wanita di dalam masjid, menyarankan untuk ke Raudah setelah shalat Isya karena waktunya lebih panjang. Setelah shalat dzuhur biasanya banyak orang. Setelah mempertimbangkan banyak hal, kami bertiga tetap memutuskan untuk mencoba ke Raudah setelah shalat dzuhur.
Lepas dzuhur, kami antre untuk bisa masuk ke Raudah. Askar membagi menjadi beberapa kelompok: Melayu, Pakistan, dll. Saya melihat pembagian kelompok ini bertujuan baik, diantaranya adalah untuk melindungi orang-orang Melayu. Mohon maaf jika saya salah, tetapi orang Melayu terkenal dengan profilnya yang mungil sementara wanita Turki, dkknya memiliki profil besar dan kuat. Mereka sanggup mendorong dan berlari dengan kuat. Saya bersama kawan menyetujui untuk menaati aturan yang diberikan oleh askar. Maka, kami berjalan tanpa berlari. Melihat bagaimana para wanita berlari, berteriak, mendorong dan menyikut orang lain demi mendapatkan dirinya bisa shalat dan berdoa di depan Raudah menimbulkan berbagai macam pertanyaan yang berkelindan di kepala. Saya memutuskan untuk shalat dan berdoa sebentar saja di depan Raudah jika memungkinkan tetapi seandainya tidak bisa pun tak apa. Alhamdulillah, siang itu saya bisa shalat dan berdoa di depan Raudah. Demikian juga dengan partner.
Foto di bawah adalah hasil jepretan partner.
Saya ingat pesan partner untuk tidak mendorong, melukai dan menyakiti orang lain. Saya berusaha untuk tidak melakukan hal itu, walau di tempat yang padat seperti itu didorong dan mendorong bisa jadi tak ada bedanya. Jika Allah berkehendak maka pasti ada saatnya Ia akan memberikan kita kesempatan untuk bisa shalat dan berdoa di Raudah atau di tempat manapun yang kita inginkan.
Malamnya, saya bersama kawan ke Raudah kembali. Niat awal menemani kawan yang belum ke Raudah. Namun situasi malam hari berbeda dengan siang hari. Kali ini jamaah begitu banyak dan padat. Antrean pun lama sekali. Saya ingin menyerah tak terbayangkan seperti apa di dalam nanti. Ternyata apa yang saya takutkan terjadi, lautan manusia yang saling berteriak dan mendorong. Pegangan saya dengan kawan terlepas. Saya nyaris putus asa. Alhamdulillah Allah menyelamatkan saya, setelah sempat terlempar sesuatu mendorong saya keluar dari himpitan kelompok manusia. Kawan saya masih di dalam sana. Namun saya tak mungkin kembali. Saya menunggu dengan beribu-ribu doa yang mengalir dan kepanikan yang melingkupi. Tak lama kawan saya berhasil keluar. Kami terdiam beberapa saat. Rasa ngeri dan ketakutan begitu nyata. Saya melihat atau merasakan? ketika seseorang melangkahi atau nyaris menginjak orang yang sedang shalat. Kami keluar. Sepanjang jalan saya tak habis mengerti mengapa orang bisa begitu liar dan tak terkendali. Apakah Tuhan akan mengabulkan permohonan kita jika kita memintanya dengan cara menyakiti orang lain?
Peristiwa malam itu di Raudah membuat saya merenung lama. Menjelang shubuh, saya dan partner berangkat ke masjid Nabawi. Kami berangkat lebih awal agar bisa melaksanakan shalat tahajud di masjid. Kejadian tadi malam masih membekas di ingatan. Saya berdoa diam-diam. Lama. Lalu, seorang Ibu menyapa saya, finish? tanyanya. Oh, dia bertanya apakah saya telah selesai berdoa. Barangkali dia sudah lama memperhatikan saya berdoa. Ibu itu lalu meletakkan kedua tangannya dibelakang punggung saya, mengelusnya dengan halus sambil mengucapkan beberapa kalimat dengan bahasa yang tak saya mengerti. Dia tersenyum lalu berkata kepada kawannya. Kami lalu tersenyum kembali. Entah apa yang ia ucapkan atau perbincangkan, semoga itu hal yang baik.
Di sini, kami juga bertemu sekelompok Ibu-Ibu dari Indonesia yang tersasar. Salah seorang Ibu kakinya sakit, sehingga dengan terpaksa ia melepaskan sandalnya dan berjalan tertatih-tatih. Saya bersama partner mencoba mencari hotel tempat Ibu-ibu itu menginap. Syukur lah di tengah perjalanan kami bertemu dengan kawan satu grup dengan Ibu-Ibu itu dan ternyata hotel tempat mereka menginap pun sudah dekat.
Peristiwa dan berbagai pengalaman yang saya alami di sini membuat saya banyak merenung. Ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu menemukan jawabnya di antara ayat-ayat suci yang saya baca ketika menunggu waktu shalat. Saya tidak fasih membaca huruf arab, maka saya lebih banyak membaca huruf latinnya. Layar telepon pintar itu seringkali menampilkan barisan kalimat yang membuat dada saya sesak setiap kali usai membacanya. Seolah Allah berbicara kepada saya melalui teks-teks indah itu.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah, 115)
masya Allah mbak saya terharu bacanya. semoga saya suatu saat diberikan kelapangan rizki dan waktu serta kesempatan untuk ke sana juga…
semoga umrohnya barokah ya mbak 🙂
@Evyta: Amin yra. Terima kasih mbak Evyta. Semoga Allah mengabulkan permohonan mbak Evyta. Amin.