Belajar Tiada Henti

Plagiasi

Semalam tak sengaja saya membaca sebuah tulisan di sini. Setelah itu saya telusuri google dan menemukan tulisan yang dimaksud oleh penulis pertama tadi di sini. Dan saya tiba-tiba teringat pada sebuah penerbit yang telah mencontek buku saya.

Kalau hari ini saya memutuskan untuk menulis kembali perihal plagiat itu tidak lain dipicu oleh tulisan guru yang mengaku sebagai penulis mata pelajaran bahasa Indonesia yang memberikan tips menulis akal-akalan. Apalagi dengan mengatakan bahwa mutu buku pelajaran tidak penting. Itu sangatlah ngawur dan menyesatkan.

Mulanya saya memilih diam menyikapi penulis yang jelas mencontek kurikulum yang saya kembangkan sendiri untuk buku TIK KTSP yang terbit tahun 2008. Tapi kemudian saya memutuskan untuk menulis di sini tidak lain sebagai pembelajaran, tidak hanya saja untuk diri saya sendiri tapi juga untuk orang lain. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meridhai dan menjaga saya. Amin yra.

**

Ini adalah sampul depan buku TIK KTSP SD dari Penerbit Swadaya Murni.

Sistimatika dan isi pada buku di penerbit ini bisa dikatakan 90% serupa dengan buku TIK KTSP untuk Sekolah Dasar yang saya susun dan diterbitkan tahun 2008. Bahkan kata pengantar dan daftar pustaka yang mereka lampirkan persis sama. Penulis ini juga mencontoh format penulisan baru dari penerbit lain.

Berikut ini adalah alasan mengapa saya menganggap penulis ini tidak jujur.
1. Setahu saya di Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006 mengenai Kurikulum 2006 atau yang kemudian disebut KTSP, mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak diberikan rincian Standar Kompetensi. Hal ini dikarenakan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk tingkat Sekolah Dasar dimasukkan ke dalam muatan lokal. Hilangnya mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Standar Kompetensi memberikan keleluasan bagi satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sendiri. Satuan pendidikan itu bisa guru, yayasan yang bergerak dalam pendidikan, atau penerbit buku pelajaran.
Merujuk pada hal di atas maka saya menyusun dan mengembangkan kurikulum TIK sendiri.

2. Isi buku penulis tersebut adalah rancangan kurikulum yang saya buat.
3. Definisi teknologi yang ada di buku saya adalah bahasa yang saya sederhanakan, tidak semata menjiplak langsung dari kamus teknologi. Dan si penulis mengutipnya begitu saja tanpa mencantumkan sumber.
4. Beberapa projek atau kegiatan yang ada di dalam buku adalah terinspirasi dari situs-situs yang saya lampirkan di dalam daftar pustaka serta pengalaman selama saya mengajar. Dan saya menyusunnya kembali dengan memodifikasi agar sesuai dengan kondisi di negeri ini.

Saya tidak tahu motivasi penulis menyusun buku. Saya hanya berharap semoga tulisan ini bisa membuka mata hati si penulis. Hargailah hasil karya orang lain. Apa sulitnya mencantumkan sumber?

Pun untuk Bapak guru swasta di atas. Sebagai penulis buku pelajaran sekolah saya terluka oleh kalimat Bapak guru yang mengatakan bahwa semua penulis buku pelajaran melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan. Harusnya Beliau tahu membuat sebuah generalisasi adalah kesalahan. Tidak semua orang melakukan itu.

Saya perlu waktu bertahun-tahun melakukan riset dan menjalin networking dengan rekan-rekan pengajar. Program dan situs-situs yang saya jadikan rujukan adalah bukan sesuatu yang langsung saya temukan. Saya harus mencari, memilah, dan mencoba terlebih dahulu di antara milyaran berbagai informasi dan data yang ada di Internet. Tidak urung PC saya pun crash karena menampung program-program tersebut. Saya berkonsultasi dan berdiskusi dengan banyak teman-teman IT dan mereka yang berasal dari bidang lainnya. Saya juga meminta rekan pengajar memberikan saran, dan kritik serta harapan mereka pada buku sekolah.

Jika Anda beranggapan menulis buku sekolah itu mudah, tidak perlu mutu, yang penting Anda mendapatkan royalti sebanyak-banyaknya, alangkah mirisnya.

Apapun profesi kita, hargailah diri kita sendiri dengan cara menghargai hasil karya orang lain. Tidak ada cara instan untuk mendapatkan kesuksesan, semua dibangun dengan kerja keras bahkan air mata. Itulah kesuksesan yang sejati.

6 Comments

  1. AL

    Iyah, Bu enggar. Saya juga ikut merasa terluka bacanya. Udah plagiat, bangga pula. Pake disebarin ilmu hitamnya segala. Lagian, sebagai guru TIK sebelumnya (sekarang udah enggak) saya tau kalo kurikulum untuk SD emang gak ada standarnya. Makanya rada ribet juga milih buku untuk anak SD karena kita musti ngeliat juga apa yang penting buat anak2 di tempat kita sendiri dari segambreng buku yg topiknya beda-beda. Saya milih buku Bu enggar beberapa tahun yang lalu itu karena saya nilai paling pas buat anak-anak saya, walaupun saya musti garuk-garuk kepala juga tuh, hihi.. Maklum bukan orang komputer. Lalu beberapa saat kemudian saya ngeliat kayaknya kurikulum yg disusun Bu enggar dan pendekatannya jadi banyak juga yang sama. tapi saya baru tahu juga masalah plagiat ini. Apa, ya, yang bisa kita bantu, Bu?

    Reply
  2. Enggar (Post author)

    @Al: Terima kasih Bu Al. Bantu apa ya? 🙂 Bantu doa agar niat saya tetap lurus. Amin. Sekarang sih dipikir-pikir lebih baik saya konsentrasi untuk berkreasi lebih baik. Memang sih belum ketemu format yang berbeda, tapi siapa tahu dengan banyak bahan literatur akan muncul ide-ide baru. Untuk buku TIK KTSP baru ini saya berusaha memasukkan beberapa saran dari rekan-rekan pengajar, termasuk dari Bu Al, yaitu memasukkan kotak yang berisi berita dan kabar seputar IT dan referensi situs untuk anak-anak di kelas kecil.

    Penulisan secara langkah per langkah juga saya kurangi sedikit demi sedikit, walau bagaimanapun itu tidak bisa dhilangkan sama sekali karena mata pelajaran TIK kan sifatnya ketrampilan ya.

    Ada juga program open source untuk animasi dan beberapa pembaharuan lainnya. Belum optimal memang tapi mudah-mudahan perlahan saya bisa menemukan format yang tepat dan lebih menarik.

    Doakan ya :). Dan terima kasih untuk dukungannya.

    Reply
  3. Mita

    Betul Bu Enggar, menulis itu penuh beban yang sekiranya tidak dirasakan oleh orang lain. Orang lain hanya melihat “Keuntungan berapa yang kamu terima?” padahal sesungguhnya ketulusan kita membuat buku tanpa melihat profit 1 sen pun, hanya demi anak-anak saja. Hehe curhat bu … Kalaupun buku Bu enggar sudah terbit saat smt 2 kemarin saya nggak mau nulis buku TIK untuk intern. Lelah Bu … (mengurusin semuanya sendiri penyusun, editor, layout)

    Reply
  4. Enggar (Post author)

    @Mita: Betul, Bu Mita. Kuncinya memang cuma passion sih, apapun profesi kita. Sama niat yang baik aja..hehe. Nggak pp Bu Mita, itu pengalaman berharga loh. Dulu juga awalnya saya diminta menulis buku untuk pelatihan di lembaga tempat saya mengajar. Nggak akan sia-sia deh, sungguh. Thanks ya 🙂

    Reply
  5. Evyta

    baru baca tulisan di kompasiana itu, kok ya guru seperti itu bangga dan menyebarkan begitu ya… miris juga bacanya. itu sih namanya bukan menulis buku, tapi daur ulang plagiat…

    jadi ingat program yang digalakkan Taufik Ismail tentang gerakan guru menulis, yang menulisnya bukan menulis asal copy, tapi benar2 belajar menulis. supaya mengajarkan guru ga malas nulis ya, ujung2nya jadi plagiat 🙂

    semoga ilmunya bermanfaat mbak

    Reply
  6. Enggar (Post author)

    @evyta: Iya, mbak Evyta. Dilema juga. Tapi mudah-mudahan makin banyak guru yang ngeblog dan terus kontinyu untuk menulis.

    Terima kasih ya.

    Reply

Leave a Reply to ALCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.