Belajar Tiada Henti

Digital Natives vs Digital Immigrants

Jumat tanggal 23 januari, selepas pulang mengajar saya mengajak beberapa rekan untuk menghadiri acara Educators Sharing Network, yang diadakan oleh Sampurna Foundation. Sebagai fasilitator pada pertemuan ini adalah Bapak Agus Sampurno, yang juga seorang guru TIK di sekolah Global Jaya. Blog beliau bisa diliat di sini.

Dengan mengusung tema ‘Digital Natives vs Digital Immigrants’, diskusi ini menjadi begitu menarik. Salah satunya adalah pilihan topik yang tidak biasa dan juga ketrampilan fasilitator dalam membawakan materi. Oya, sebutan digital natives diberikan untuk para ‘penduduk asli’ di dunia digital. Siapakah mereka? Ya, mereka lah siswa dan anak-anak yang lahir di jaman ini. Siswa dan anak-anak kita yang berkomunikasi dengan telepon seluler, email, internet messenger dan blog. Dan pada saat yang sama mereka pun menggunakan Friendster atau Facebook untuk menjaring pertemanan. Dan siapakah para digital immigrant itu? Mereka adalah.. kita, guru dan orang tua, yang diibaratkan sebagai pendatang dalam dunia teknologi.

Pertanyaan yang dimunculkan dalam acara ini adalah ‘apakah siswa dan anak-anak sebagai ‘penduduk asli di dunia digital’, harus belajar dengan cara yang lama dan ketinggalan jaman ataukah guru dan orang tua yang merupakan ‘pendatang di dunia digital’ yang harus belajar dengan cara yang baru?”

Nah, jawabannya beraneka ragam serupa dengan banyaknya jumlah peserta yang memadati diskusi panel ini. Ada yang pro dan kontra. Tapi perbedaan adalah hal yang wajar. Justru itulah keunikannya.

Beberapa hasil dari diskusi ini adalah sebagai berikut: (Yang saya ingat saja ya, maklum banyak dan kapasitas otak kita terbatas, bukan? πŸ™‚ ).

  1. Internet sama halnya dengan seluruh sendi kehidupan, berpasangan. Baik dan buruk. Kita semua mengakui informasi tak dapat dibendung pun dibatasi. Maka, selayaknya kita dapat menyikapi hal ini secara bijaksana. Ada baiknya orang tua atau guru pun belajar dan mencari tahu apa yang diminati anak-anak ini. Kalau perlu daftar dan add mereka sebagai teman di FS atau facebook. Temani ketika mereka berselanjar di internet misalnya.
  2. Arahkan anak-anak untuk menemukan dunia belajar yang lebih menarik. Misalnya beritahu mereka untuk belajar siklus air, mereka bisa masuk ke youtube dan menyaksikan simulasi siklus air yang menarik dengan permainan animasi. Atau belajar bahasa asing melalui lagu-lagu dst.
  3. Guru dan orang tua diharapkan ikut berkembang dengan mempelajari teknologi.
  4. Jangan lupa, di atas semuanya penanaman nilai-nilai moral kepada siswa dan anak tetaplah yang utama.

Untuk Sampurna Foundation, terima kasih atas undangannya. Dan buat Pak Agus, two thumbs up deh. Diskusinya berhasil. Thanks juga buat sharing-nya ya Pak.

5 Comments

  1. Pingback: Refleksi dari ‘Educator Sharing Network’ Sampoerna Foundation. Digital Immigrant versus Digital Natives « Guru Kreatif. Creative Teacher

  2. lala

    mbok yah saya di ajak mba… πŸ˜€

    Reply
  3. paksiman

    Salam kenal Mbak…

    Kapan ya daerah kebagian diskusi seperti itu??

    Mbak, sekalian numpang nanya nih, kapan juga silabus tik kelas 6 yang KTSP mbak upload?? Tak tunggu-tunggu, gak muncul-muncul, ato sengaja nih…

    Aku banyak belajar dari sini, Terima kasih telah berbagi!

    Salam Belajar!

    Reply
  4. Enggar (Post author)

    Lala:
    Boleh, nanti dikabari lagi kalo ada ya :).
    Paksiman:
    Salam kenal juga Pak. Nah, Pak Agus sudah ada peminat ini. Kapan mo direalisasikan?
    Maaf Pak, lali aku. Segera tak susulkan ya, insya Allah. Terima kasih sudah mengingatkan :).

    Reply
  5. donnyrajagukguk

    very good blog. i like it

    Reply

Leave a Reply to EnggarCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.