Hari ini saya mendapat tugas dari ID Blog Network untuk meliput seminar kesehatan yang diadakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, di Gran Melia Jakarta. Seminar bertema “Peringatan Kesehatan Berbentuk Gambar, Mendorong Kemandirian Untuk Hidup Sehat,” menghadirkan pembicara dari dua negara Asean yang menjadi tujuan ekspor rokok Indonesia: Brunei Darussalam dan Malaysia.
Tiga pembicara dari Asean adalah Dr. Domilyn Villarreiz dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance, Dr. Anie H Abdul-Rahman kepala Divisi Pengendalian Tembakau Kemenkes Brunei Darussalam, dan Dr. Zarihah Zain pakar kesehatan masyarakat dari Kemenkes Malaysia.
Seminar dibuka oleh sambutan dari Bapak Bambang Wispriyono, PHD, dekan, FKM-UI. “Jatuhnya korban adiksi rokok yang membawa ribuan bahan kimia beracun akan sulit dibendung ketika masyarakat tidak mendapatkan informasi dan edukasi yang jelas dan jujur agar mampu mengambil keputusan terbaik bagi dirinya,” jelas Beliau mengawali sambutannya sebagai penyelenggara seminar ini. Dan UI sebagai institusi pendidikan mempunyai tanggung jawab yang cukup besar untuk mengedukasi masyarakat akan resiko bahaya merokok.
Jumlah perokok di Indonesia tercatat terus meningkat sangat tinggi sejak tahun 2000. Dan banyak dari mereka adalah anak muda, pemula, yang awalnya mencoba-coba. Peringatan tertulis akan dampak dari merokok yang ada di bungkus rokok juga terbukti tidak efektif.
Seperti telah diketahui Pemerintah saat ini sedang merampungkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Adiktif Produk Tembakau sebagai mandat UU Kesehatan No 36/2009 yang salah satu pasalnya adalah peringatan kesehatan di bungkus rokok. Dan Indonesia sudah menerapkan peringatan berbentuk tulisan kecil di bagian bawah permukaan belakang bungkus rokok sejak 1999. Namun sangat disayangkan, pesan ini ternyata tidak mampu memberikan pengaruh yang kuat untuk menurunkan jumlah perokok. Sebaliknya, perokok remaja 15-19 tahun naik 150% selama tahun 2001-2007 sementara perokok pemula usia 10-14 tahun naik hampir 2x lipat selama periode yang sama.
Sambutan kedua, dibuka oleh Dr. Emil Agustiono, Deputy Menkes Bidang Koordinasi Kependudukan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup. Beliau mengungkapkan “Kita tidak boleh ragu dengan pendidikan kesehatan terhadap bahaya merokok, karena secara ilmiah sudah dibuktikan mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan. Siapapun tidak berhak mencederai kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia akibat ketidakmengertian bahaya pajanan dari asap rokok dan zat adiktif lainnya.”
Pembicara pertama, dengan topik “Peringatan kesehatan bergambar: Bentuk Pendidikan masyarakat yang murah dan efektif,” yaitu Prof.Dr. Tjandra Yoga Aditama, dari Kemenkes RI. Prof Tjandra mengungkapkan bahwa peringatan kesehatan dalam bentuk gambar pada bungkus rokok sebenarnya sudah tertuang dalam pasal 199 UU No 36 tahun 2009.
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi dan/atau memasukkan rokok kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
Indonesia, untuk produk rokok di dalam negeri, belum menerapkan peringatan kesehatan yang tertulis dalam UU di atas. Sebaliknya, rokok Indonesia yang diekspor sudah mengikuti peringatan dengan menyertai gambar di bungkus rokok. Kurangnya edukasi dari adiksi merokok menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung abai terhadap resiko bahaya merokok. Untuk itulah perlu adanya usaha bersama untuk mengkampanyekan agar UU ini dapat direalisasikan, bersama melindungi masyarakat dari dampak buruk rokok.
Penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa peringatan kesehatan berbentuk gambar lebih efektif meningkatkan pemahaman tentang resiko merokok daripada bentuk tulisan. “Bungkus rokok bertujuan menciptakan keinginan membeli dan mencoba, demikian kata Phillip Morris,” ungkap Dr Domilyn Villareiz, wakil dari South Asia Tobacco Control Alliance. “Pemerintah punya tanggung jawab mengedukasi masyarakat tentang dampak merokok bagi kesehatan. Dengan terbatasnya sumber daya pemerintah menjangkau masyarakat sampai ke pelosok-pelosok termasuk yang buta huruf dan remaja yang tidak mendapatkan pengetahuan cukup tentang bahaya merokok, peringatan kesehatan bentuk gambar akan meningkatkan pemahaman sehingga masyarakat dapat mengambil keputusan yang lebih bertanggungjawab. Proporsi gambar terbesar pada bungkus rokok di dunia adalah 80% luas bungkus rokok di bagian depan dan belakang,” tambahnya.
Selain itu pemberian warna pada gambar juga terbukti efektif dibanding menggunakan warna hitam putih. Gambar juga sebaiknya berubah (berganti). Pemberian gambar juga terbukti dapat mengedukasi masyarakat secara tidak langsung, karena dengan begitu mereka tahu akibat yang ditimbulkan dari rokok. Dan juga dapat menurunkan jumlah perokok.
Empat dari 11 negara ASEAN telah menerapkan peringatan kesehatan berbentuk gambar pada kemasan rokoknya sejak tahun 2004, diawali oleh Singapura. Negara keempat yang melaksanakan kebijakan tersebut adalah Malaysia. Akankah Indonesia menjadi negara kelima? Mari bersama-sama melindungi hak konsumen. Saatnya menghargai hak masyarakat di negeri sendiri. Berikan informasi yang benar, jelas, dan jujur.
Jika Indonesia bisa menerapkan kebijakan peringatan kesehatan berbentuk gambar untuk produk yang diekspornya ke negara lain, maka mengapa penghormatan yang sama tidak bisa dilakukan di dalam negerinya sendiri?