Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Menata letak gambar
Bagaimana kalau memasangkan bagian-bagian mobil ya? Bisa membuat games-nya? 🙂
Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Menata letak gambar
Bagaimana kalau memasangkan bagian-bagian mobil ya? Bisa membuat games-nya? 🙂
Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Projek: Animasi
(Mengubah tatanan rambut)
Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Projek: Membuat Slideshow Presentasi
“If the government is only going to throw a few pennies, then we’re going to get stuck in.”
Kutipan di atas diambil dari artikel utama majalah LinuxUser berjudul “Is the government doing enough for computing?”
Seperti diketahui awal tahun 2013 menteri pendidikan nasional UK, Michael Gove, melakukan perubahan besar dalam pembelajaran ICT di sekolah-sekolah di Inggris. Gove mengenalkan kurikulum TIK Sains yang mengedepankan pemrograman. Menurut Gove, pelajaran TIK yang lalu hanya menekankan keterampilan digital mendasar.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut maka diperlukan keterlibatan pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana. Namun, kurangnya investasi dari pemerintah kepada organisasi-organisasi yang berperan serta dalam pengembangan komputasi menjadi hambatan yang cukup berarti. Salah satu diantaranya adalah kurangnya pelatihan bagi para guru.
Menurut Beale, direktur pengembangan pendidikan yayasan Raspberry, komputasi adalah penyelamat pada tahun-tahun 80-90 an. Tapi kemudian komputasi tersesat sepanjang jalan. Salah satu masalah yang kita hadapi saat ini adalah kekurangan keterampilan.
“If you teach English, you tend to have an English degree. If you teach Physic, you have a Physic degree. But if you teach computers, then it’s not the case that you will have a computing degree. It may be maths, science or business studies. Those with Computer Science degrees have a choice: get a job on a very good salary or start on ÂŁ21,000 or so as a teacher. The choice to make is clear and it means there are not a lot of skills on the ground.”
jadi, menurut Beale, ada kesalahpahaman pandangan bahwa seorang guru dituntut untuk memahami program secara menyeluruh. Tidak seperti itu. Yang lebih diutamakan sesungguhnya adalah keterampilan menjelaskan pengajaran itu sendiri kepada anak-anak.
Gagasan mengenai komputasi di bidang pendidikan di UK selama beberapa tahun mengabur sampai kemudian dibangkitkan lagi oleh Eric Schmidt, presiden komisaris Google. Dalam sebuah kesempatan Eric mengatakan bahwa peluang keberhasilan ekonomi Inggris dalam media digital terhambat kembali. Untuk mengatasi hal itu ia menyarankan agar menyalakan kembali gairah anak-anak untuk mempelajari ilmu pengetahuan, teknik dan matematika.
Menteri Pendidikan, Gove, sependapat dengan hal ini, dan dalam pidato nya di bulan Januari 2012, Gove mengemukakan harapannya untuk mengembangkan TIK Sains sebagai pedoman dasar kurikulum baru di sekolah. TIK akan digantikan oleh mata pelajaran computing. Dan itu akan dimulai dari sekolah dasar , mengajarkan anak-anak untuk menganalisa masalah-masalah pada komputasi sambil menerapkan prinsip-prinsip dan konsep abstraksi, logika, algoritma dan representasi data. Pembelajaran itu akan berlanjut sampai ke sekolah menengah sehingga memberikan landasan yang kokoh bagi siswa.
“Bayangkan sebuah perubahan dramatis yang mungkin akan kita capai dalam beberapa tahun dengan perubahan kurikulum ini. Alih-alih membuat anak bosan dengan belajar word dan excel, kita bisa memiliki anak-anak berusia 11 tahun yang mampu membuat animasi 2D sederhana dengan menggunakan program Scratch yang telah disediakan oleh MIT.
Laiknya sebuah perubahan, tentu saja diperlukan adaptasi baik bagi para guru, murid, dan orang tua. Mata pelajaran computing diharapkan sudah diterapkan pada bulan September ini sementara ada beberapa kendala di lapangan, seperti: guru tidak mempunyai waktu banyak untuk mempelajari kurikulum dikarenakan tugas harian mereka yang padat, selain itu pengajaran computing ini pun diajarkan oleh guru yang tidak memiliki keahlian di bidang itu. Untuk mengatasi hal tersebut dan membantu para guru, maka yayasan Raspberry PI mengembangkan sebuah perangkat yang dapat membantu belajar komputasi dengan mudah. Dengan perangkat tersebut maka guru tidak perlu mengajarkan program secara langsung.
Yayasan Raspberry berharap dengan atau tanpa anggaran yang cukup memadai dari pemerintah, visi mereka menyebarluaskan pentingnya computing dapat sampai kepada guru.
“We just want to get the message across to teachers that computing is just as much a way of thinking as it is coding. It is about algorithms and abstractions and getting stuff done, says Beale. It’s really good for the brain and that’s why we love it; it teaches a special way of problem solving and that’s why Computer Science Unplugged (csunplugged.org) is brilliant – it’s a resource that shows how to teach comuters without a computer – colouring in stuff to learn binary.”
As time goes on, Beale predicts teachers will become more confident and coding will, at that stage, start to take on greater prominence. “if you can’t program, you can’t tell a computer what to do,” he says. “But at the age of five, six, and seven, you want to be introducing them to the concepts. What we don’t want is teachers to panic. This is a long journey and teachers will come to understand that learning is two-way with computing. If we can get people to a point where computing is just as common a skill as reading, then we’ve cracked it – and i think we will get there one way or another.”
Jadi, belajar komputer tanpa komputer apakah mungkin? Tentu saja mungkin dan bisa. Computing baik untuk otak, ia akan melatih anak-anak kita untuk bisa memecahkan masalah. Salah satu materi TIK Sains bisa dilihat di sini, http://csunplugged.org
Dan apakah harus seorang guru yang memiliki latar akademik komputer untuk mengajarkan computing? Beale sudah menjelaskannya di atas :).
Dan seperti yayasan Raspberry yang tidak akan berhenti walau tanpa dukungan anggaran yang cukup dari pemerintah, semustinya kita, guru TIK, di Indonesia juga tidak berdiam diri. Walaupun mata pelajaran ini dihapuskan kita bisa memilih untuk mengajarkan mata pelajaran ini sebagai mulok atau ekstrakurikuler atau apapun. Kita bisa belajar dari mana saja, sekian banyak literatur, majalah, dan buku yang tersebar adalah guru kita, tempat kita belajar.
Sumber: Diadaptasi dari majalah LinuxUser. Ini bukan terjemahan tetapi hanya garis besar dari isi artikel di atas.
Komponen penting dalam silabus maupun RPP adalah indikator pencapaian kompetensi. Komponen ini penting karena menjadi dasar untuk menyusun indikator penilaian. Indikator penilaian perlu dirumuskan untuk dijadikan dasar pedoman penialian bagi guru, peserta didik, maupun pengawas di sekolah. Setiap penilaian yang dilakukan melalui tes dan non tes harus sesuai dengan indkator penilaian. Indikator penilaian ini menggunakan kata kerja lebih terukur dibandingkan dengan indikator pencapaian kompetensi.
Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam bentuk soal, lembar pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau produk, termasuk penilaian diri.
Kata Kerja Operasional untuk pengembangan Indikator Silabus dan RPP berdasarkan taksonomi Bloom dibagi dalam beberapa pencapaian kompetensi dasar, yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.
Taksonomi Bloom pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan:
1. Tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam Kompetensi Dasar
2. Karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah;
3. Potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan lingkungan/ daerah.
Daftar kata kerja operasional dengan tiga ranah yang biasa dipergunakan untuk menyusun indikator.
A. Ranah Kognitif
Koginitif adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku (behavior) siswa yang diharapkan muncul setelah melakukan serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Perilaku ini sejalan dengan keterampilan proses sains, tetapi yang karakteristiknya untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Indikator kognitif produk berkaitan dengan perilaku siswa yang diharapkan tumbuh untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Berikut ini adalah contoh kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk ranah kognitif
B. Ranah Afektif
Indikator afektif merupakan sikap yang diharapkan saat dan setelah siswa melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran. Indicator afektif disusun dengan menggunakan kata kerja operasional dengan objek sikap ilmiah. Beberapa contoh sikap ilmiah adalah: berlaku jujur, peduli, tanggungjawab, dll. Selain itu, indikator Afektif juga perlu memunculkan keterampilan sosial misalnya: bertanya, menyumbang ide atau berpendapat, menjadi pendengar yang baik, berkomunikasi dll.
C. Ranah Psikomotor
Indikator psikomotorik merupakan perilaku (behavior) siswa yang diharapkan tampak setelah siswa mengikuti pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
sumber: dari berbagai sumber
Memasuki awal tahun 2013, menteri pendidikan nasional Inggris, Michael Cove melakukan perubahan besar dalam pembelajaran TIK di negaranya. Cove mengenalkan kurikulum TIK yang mengedepankan pembelajaran TIK Sains. Menurut Cove, pelajaran TIK yang lalu hanya menekankan keterampilan digital mendasar.
Dikutip dari majalah E&T, Fresh Fruit For Teacher. Volume 8 Issue 3 April 2013, Erick Schmidt dari google dalam pidatonya di sebuah festival televisi internasional Edinburgh memberikan pendapatnya bahwa mengajarkan anak-anak hanya pada bagaimana menggunakan software dibanding menciptakannya, sama artinya menghilangkan warisan kemampuan komputasi yang dimiliki anak-anak itu.
Untuk menghasilkan generasi pencipta dan bukan sekedar pemakai, Cove ingin para murid belajar tentang kode komputer sehingga mampu menghasilkan animasi yang sederhana atau membuat aplikasi untuk telepon pintar mereka.
Bersamaan dengan revolusi pembelajaran ICT di UK, maka di pertengahan tahun 2013 mendikbud RI mengeluarkan kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum 2013. Salah satu kebijakan dari kurikulum 2013 adalah dihapuskannya mata pelajaran TIK di jenjang SMP dan SMA, untuk kemudian menggantinya dengan mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan.
Keputusan ini tentu sangat disayangkan banyak pihak. Munculnya alasan dari pemerintah bahwa, “anak TK dan SD saja sudah bisa internetan,” menghadirkan pertanyaan baru, “apakah -bisa internet- dapat dijadikan parameter bahwa anak-anak kita sudah mahir menggunakan dan memanfaatkan internet dengan baik?
Barangkali, kutipan artikel dari “Scratch: Programming for everyone,” di bawah ini dapat menjadi bahan renungan bersama.
“Anak-anak kita saat ini adalah mereka yang disebut dengan digital native. Digital native adalah istilah untuk mereka yang lahir bersamaan dengan lahirnya era digital. Sejak dini mereka sudah terbiasa berkirim teks melalui gadget, bermain game online, serta berselancar di internet. Namun, apakah semua itu menandakan bahwa mereka sudah mahir menggunakan teknologi? Walaupun anak-anak muda itu hampir setiap saat bersentuhan dengan media digital, ternyata hanya sedikit dari mereka yang mampu menciptakan games, animasi, ataupun simulasi. Dalam artikel ini, situasi di atas digambarkan sebagai, “It’s as if they can read but not write.”
Belajar pemrograman tidak sekedar bertujuan agar semua anak menjadi programmer. Namun, pemrograman dapat membantu anak mengembangkan keterampilan matematika dan logika, meningkatkan kreativitas, serta melatih mereka untuk memecahkan masalah. Keterampilan dasar di atas akan membantu anak menghadapi kehidupan mereka di masa depan.
Alih-alih menghapus mata pelajaran TIK di sekolah apakah tidak sebaiknya merevisi kurikulum TIK dan menyesuaikan dengan kebutuhan masa depan generasi bangsa?
Sumber: dari sini.
Mencari buku di toko buku versi daring dapat diperoleh di books.google.com , ada tempat lain yang juga menarik salah satunya adalah di BookFinder (http://en.bookfi.org/).
Untuk mencari, cukup ketikkan kata kunci. Buku juga dapat diunduh versi pdf nya atau dapat dibeli (pesan) versi cetaknya.
UK Government Backs Year Of Code Campaign, Boosts Funds To Teach Code In Schools
http://www.bbc.com/news/technology-25857276 Are teachers ready for the coding revolution?
http://www.computingatschool.org.uk/index.php?id=primary
UK Government Backs Year Of Code Campaign, Boosts Funds To Teach Code In Schools
http://www.bbc.com/news/education-25842199 ‘Master’ computing teachers recruited to train others
http://www.montessorisociety.org.uk/article/do-young-children-need-computers
http://www.bbc.com/news/technology-24446046 BBC plans to help get the nation coding
http://www.theguardian.com/technology/2013/oct/14/learn-how-to-code
Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Buat kartu ucapan kreasi sendiri, yuk 🙂
Aplikasi Pemrograman Visual: Scratch
Terbang ke bulan!
Punya ide animasi lainnya?