TIK Sains, Paradigma Pembelajaran TIK Baru

“Anak-anak kita saat ini adalah mereka yang disebut dengan digital native. Digital native adalah istilah untuk mereka yang lahir bersamaan dengan lahirnya era digital. Sejak dini mereka sudah terbiasa berkirim teks melalui gadget, bermain game online, serta berselancar di internet. Namun, apakah semua itu menandakan bahwa mereka sudah mahir menggunakan teknologi? Walaupun anak-anak muda itu hampir setiap saat bersentuhan dengan media digital, ternyata hanya sedikit dari mereka yang mampu menciptakan games, animasi, ataupun simulasi.” (kutipan artikel dari “Scratch: Programming for everyone)

Situasi di atas digambarkan sebagai, “It’s as if they can read but not write.”

Menteri Pendidikan Inggris, Michael Cove, menjawab kondisi mengkhawatirkan di atas dengan melakukan sebuah revolusi besar di dalam pembelajaran TIK di sekolah. Cove kemudian mengenalkan kurikulum TIK Sains di awal tahun 2013. TIK Sains adalah pembelajaran TIK yang berfokus kepada pemrograman. Kurikulum ini diberlakukan dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, sebagai pondasi awal.

Sebelumnya, pembelajaran TIK di sekolah lebih banyak menekankan keterampilan digital mendasar.
Dikutip dari majalah E&T, Fresh Fruit For Teacher. Volume 8 Issue 3 April 2013, Erick Schmidt dari Google mengatakan bahwa mengajarkan anak-anak hanya pada bagaimana menggunakan software dibanding menciptakannya, sama artinya menghilangkan warisan kemampuan komputasi yang dimiliki anak-anak itu.

Anak-anak memerlukan suatu tantangan yang dapat memunculkan kreativitas mereka. Belajar pemrograman dapat membantu anak mengembangkan keterampilan matematika dan logika, meningkatkan kreativitas, serta melatih mereka untuk memecahkan masalah. Keterampilan-keterampilan di atas tadi dapat membantu anak menghadapi kehidupan mereka di masa depan.

Anak-anak dengan keterampilan dan pengetahuan tentang kode komputer akan melahirkan orang-orang seperti Mark Zuckerberg (pendiri Facebook), atau Larry Page dan Sergei Bin (pembuat mesin pencari Google). Tumbuh besarnya para pencipta aplikasi (dan produk) ini akan membangkitkan dunia kewirausahaan yang sekaligus juga turut meningkatkan ekonomi negara.

Di Indonesia sendiri, keberadaan TIK Sains belum terlalu terdengar gaungnya, kecuali di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, di tingkat SMK ke atas. Pembelajaran TIK atau lebih dikenal dengan mata pelajaran Komputer baru dikenalkan di sekolah sebagai mata pelajaran wajib pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahun 2004 untuk semua jenjang (SD sampai SMA). Kemudian di tahun 2006, keberadaan TIK SD bergeser menjadi mata pelajaran muatan lokal. Sementara untuk tingka SMP dan SMA tidak mengalami perubahan. Dan di tahun 2013, mata pelajaran TIK dihapuskan sebagai mata pelajaran wajib di tingkat SMP dan SMA berganti dengan mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan.

Keputusan menghapus mata pelajaran TIK tentu sangat disesalkan banyak pihak. Terlebih lagi karena kita menyadari bahwa di era digital ini kemampuan berbahasa asing dan teknologi adalah sebuah syarat mutlak yang perlu dikuasai.

Harapan:
Dan sebelum penghapusan mata pelajaran TIK diberlakukan di semua sekolah, semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi sedikit rujukan bagi pengambil keputusan untuk menentukan langkah selanjutnya. Barangkali, ya barangkali, memperbaiki kurikulum TIK adalah pilihan yang lebih bijak daripada menghapuskannya? Semoga. Amin yra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.