Hari Jumat pagi kami (saya, partner dan beberapa kawan dari IEEE Indonesia) berangkat menuju Bangkok dengan menggunakan pesawat Garuda Indonesia. Transit di bandara Suvarnabhumi dan melanjutkan perjalanan dengan pesawat Thai Airways menuju Chiangmai.
IEEE adalah komunitas profesional untuk non profit, tempat berkumpulnya para insinyur yang mempunyai visi untuk membantu penelitian dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Keikutsertaan saya di sini adalah menemani partner. Beberapa kali dalam kegiatan IEEE, untuk forum umum sesekali saya ikut mendengarkan presentasi-presentasi yang dibawakan oleh para pakar di bidang mereka masing-masing. Edukasi dan teknologi adalah tema yang paling saya suka. Banyak informasi bermanfaat yang menambah wawasan saya.
Back to the topik :). Chiangmai terletak di sebelah utara Thailand. Kota ini terkenal dengan alam pegunungan dan udara yang sejuk.
Kami tiba di Chiangmai menjelang malam hari. Sepanjang perjalanan menuju hotel beberapa kami temui benteng-benteng kerajaan. Konon, itu adalah peninggalan yang tersisa dari raja Mengrai, pendiri provinsi Chiangmai.
Beristirahat sebentar di hotel dan kemudian kami berjalan-jalan mengunjungi night market. Chiangmai bersinar di malam hari oleh pasar malamnya. Setiap sore dari jam 18.00 sampai jam 01.00 dini hari Chiangmai menjadi kota yang sibuk.
Di sini banyak penjaja menggelar dagangan mereka, dari makanan, aksesori, dan berbagai kerajinan tangan khas Thailand. Bertebaran juga tempat pijat tradisional dan pijat refleksi yang ramai dikunjungi wisatawan.
Sayangnya, sulit menemukan tempat makanan dengan label halal di sini. Jadi, kami memutuskan untuk mencari tempat makanan yang berjejer di sepanjang area pasar malam dengan pilihan menu seafood. Usai santap malam kami melanjutkan melihat-lihat suasana kota Chiangmai. Transportasi di Chiangmai disebut taxi. Salah satu taxi adalah tuktuk, yaitu kendaraan roda 3. Tuktuk serupa bajaj, namun di bagian kiri dan kanan dinding kendaraaan dibiarkan terbuka.
Walaupun jalanan dipenuhi pasar malam, kota ini tetap terjaga kebersihannya. Setelah berkeliling dan membeli beberapa keperluan kami memutuskan kembali ke hotel.
Rakyat Thailand memiliki aksara mirip dengan hanacaraka. Bahasa yang mereka gunakan disebut Kham Muang atau Lanna. Uniknya, beberapa kata yang memiliki arti sama ternyata mempunyai pengucapan yang berbeda, tergantung kepada jenis kelamin yang berbicara. Misalnya:
Terima Kasih : Khob Khun Krab atau Khob Khun Khab (diucapkan oleh laki-laki)
Terima Kasih : Khob Khun Kha (diucapkan oleh perempuan)
Lucu juga ^-^.
Chiangmai di waktu siang sangatlah berbeda di kala malam. Kota ini sepi dan tenang, sepertinya seluruh warga masih tertidur. Hanya beberapa toko yang buka. Ah, saya tak begitu tertarik masuk ke toko-toko. Akhirnya, saya memutuskan berjalan saja, entah kemana. Memfoto berbagai rupa stupa yang banyak ditemui di kota Chiangmai.
Hari ketiga, setelah seminat dilanjutkan dengan kegiatan acara jalan-jalan bersama keluarga IEEE, yaitu mengunjungi Wat Phrathat Doi Suthep.
Doi Suthep adalah kuil paling terkenal dengan legenda Gajah Putihnya di Chiang Mai. Ada sekitar 300 anak tangga yang harus ditempuh untuk mencapai kuil ini. Disediakan juga kereta kabel. Namun saya dan partner memilih menaiki anak tangga. Haha, uji ketahanan fisik. Tetap sih umur tidak bisa dibohongi, berhenti beberapa kali di anak tangga *-*.
Tiket masuk ke kuil ini untuk wisatawan asing dikenakan biaya 30 baht (atau setara 9.780 IDR) dan gratis untuk wisatawan lokal. Kami membayar tiket masuk dan segera berkeliling ke dalam kuil. Komplek kuil ini sangat luas dan dipenuhi dinding serta ornamen berwarna kuning keemasan.
Banyak penganut agama Budha mengunjungi situs ziarah ini sepanjang tahun. Di dalam kuil terdapat satu patung Budha emas. Berbagai deretan patung yang melambangkan sifat manusia berjejer di dalam komplek.
Oya, dari lokasi ini pula kita dapat menikmati pemandangan indah kota Chiangmai.
Menyusuri jalan menuju kembali ke hotel mengingatkan saya pada suasana puncak di Indonesia. Jalan yang berliku dan terjal serta pemandangan alam pegunungan yang indah membuat saya merasa kangen Indonesia. Haha, saya memang mencintai negeri tempat saya dilahirkan, Indonesia.
Oya, ada kalanya kabar dan isu teknologi yang saya peroleh dari hasil menyimak percakapan di antara anggota IEEE memberi saya inspirasi ketika menulis atau bahkan ketika mengajar di sekolah. Memang, belajar itu bisa dari mana saja, bukan? 🙂