Belajar Tiada Henti

2001: A Space Odyssey

Kesan pertama melihat film ini:ย  ……

Titik-titik karena saya tidak tahu bagaimana cara membuat ulasannya. Selain filmnya yang setiap adegannya seperti berdiri sendiri juga karena saya tidak bisa memahami jalinan ceritanya.

Lantas, mengapa saya melihatnya? Sebab, film ini beberapa kali disinggung di tulisan-tulisan tentang astronomi. Saya pernah membacanya di blog langitselatan, juga kalau tidak salah ada di Cosmos, Carl Sagan.

Adegan diawali dengan pemandangan alam, seperti bebatuan dan hamparan tanah (atau gurun?) serta gua dengan stalaktit dan stalakmitnya. Kemudian tampak sekumpulan makhluk purba (seperti monyet?). Ada harimau bertarung dengan makhluk purba. Lalu makhluk-makhluk purba seperti monyet itu berkumpul di sebuah danau. Mereka saling bercakap. Sekumpulan makhluk purba lainnya datang. Keriuhan terjadi. Mereka saling berteriak dan menghentak-hentakkan tubuh dan kaki.

Adegan beralih kepada suasana malam hari. Langit malam yang kelabu dan alunan musik membuat suasana terasa begitu mistis. Sepasang mata dari harimau yang cemerlang muncul. Film berputar dan dalam gua yang dingin beberapa makhluk purba duduk berdempetan. Tiba-tiba sebuah sinar samar menerobos masuk ke dalam gua. Makhluk-makhluk purba gelisah. Mereka keluar dan tampaklah sebuah batu berbentuk persegi panjang berdiri terpancang. Makhluk-makhluk purba mengelilingi batu dengan ramai sekali. Mereka menyentuh batu besar itu. Malam beranjak pergi pagi pun datang. Nah, ini ada bagian yang menarik. Seekor makhluk purba tampak duduk sambil tanganya sibuk mengerjakan sesuatu. Dan musik latar nya. Wow, musik yang nyaris saya dengar setiap saat. Musik kegemaran partner.. hehe.

Entah ada hubungannya atau tidak dengan persentuhan makhluk-makhlukย  purba dengan batu besar, tapi sebuah keajaiban terjadi. Makhluk-makhluk itu menjadi lebih pintar sedikit, ditandai dengan hasil karya berupa godam (martil besar). Kemudian layar menampilkan seekor makhluk purba memukul-mukulkan kerangka tulang dengan menggunakan godam yang telah mereka buat. Godam itu digunakan untuk memukul seekor binatang besar (tentu saja tidak ditampilkan hewan itu dipukul. Yang muncul hanya godam yang dipukulkan pada kerangka tulang hewan itu). Musik berhenti dan tampaklah sekumpulan makhluk itu sedang asyik menyantap daging.

Lalu, dikisahkan juga sebuah pertikaian antar kelompok dari makhluk-makhluk purba itu. Godam dilemparkan ke atas dan layar perlahan menampilkan pesawat antariksa yang sedang mengorbit di ruang hampa. Pulpen yang melayang dan tangan seorang astronot yang mengambang di udara. Berikutnya pertemuan-pertemuan di antara ilmuwan dan astronot yang dikirim ke bulan untuk meneliti batu misterius yang ada di awal cerita. Berikutnya kisah perjalanan panjang kelima astronot menuju planet Jupiter.

Cerita berakhir ketika dua astronot menemukan kerusakan yang terjadi dan berhasil diketahui oleh komputer mereka yang super canggih. Namun ternyata kesalahan itu tidak ada. Dan komputer pintar itu kemudian berubah menjadi benda yang melawan manusia. Ia membunuh para astronot tersebut. Hanya satu astronot tersisa yang berhasil sampai di planet Jupiter.

Begitulah cerita dalam film A Space of Odyssey.

Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya apa yang ingin disampaikan oleh sang sutradara dalam film ini. Atau mungkin ia memang tak ingin menyampaikan apapun?

Walaupun film ini sukses membuat saya termenung, rasa penasaran akan kepopuleran film A Space Odyssey membuat saya penasaran. Tak cukup menonton filmnya saya juga iseng membacai tulisan-tulisan orang lain yang mengulas tentang film ini.

Kesan saya terhadap film ini adalah saya suka cara penuturan sutradara film menggambarkan suasana langit di waktu senja, malam, dan dini hari. Musik yang indah. Semuanya begitu sempurna. Penggambaran yang membawa lamunan kepada pertanyaan kehadiran kita di muka bumi ini. Begitu mistis, begitu indah sekaligus penuh rahasia yang tak terpecahkan. Magis.

Dan untuk seorang teman, sahabat yang kita tak selalu bersapa namun kedekatan dalam hati melebihi semua kata-kata, terima kasih banyak telah mengirimkan film yang indah ini untuk saya. Fransiska Hanum, makasih banyak ya :).

4 Comments

  1. sisca

    saya sendiri pun bingung dengan film itu. Namun adegan yang langsung menarik perhatian saya adalah waktu manusia purba memukul-mukulkan tulang dan tak sengaja memukul seekor heyna hingga mati. dia lalu tersadar kalau tulang itu bisa menyingkirkan musuhnya, itulah awal mula terciptanya alat-alat (teknologi, dari bhs yunani “techne” yang artinya ‘tool’). Adegan itu langsung mengingatkan saya pada seorang filsuf, Martin Heidegger istilah yang ia buat untuk “penemuan alat-alat (teknologi)” adalah ready-to-hand. Maksudnya, alat-alat itu tidak kita ciptakan dengan sengaja, menciptakan x demi krn x, tapi karena kita punya tujuan z dan tidak sengaja menemukan bahwa x bisa mewujudkan tujuan z kita. Spt kasus manusia purba tadi, yang tak sengaja memukulkan tulang ke kepala heyna yang menyebabkan kematiannya. Manusia purba terkejut dan memandang tulang tersebut, yang kalau kita voice over kira2 “hei, ini bisa buat bunuh musuh saya!” Itulah asal mula teknologi, alat-alat.

    Heidegger juga mencontohkan kejadian lain, mbak misalnya, memaku. Waktu kita mau memaku, lalu kita gak nemu palu, kita lalu cari2 benda di sekitar kita yang bisa kita pakai untuk mewujudkan tujuan kita, kita pakailah misalnya batu, sepatu, tang atau apa saja pokoknya si paku masuk ke dalam. Dunia buat manusia adalah semesta alat-alat (yang dia pakai untuk memujudkan tujuannya). Ada istilah yang sering kita dengar: “manusia memperalat”.

    Namun alat-alat (teknologi) yang tadinya untuk memudahkan kita, menunjang hidup, menggapai tujuan mulai berdiri sendiri. Alat, teknologi menjadi teknologi per se, dunia teknologi, yang terpisah dari manusia. Manusia tak bisa menguasainya, malah dikuasai olehnya. Ini tampak dari adegan pulpen yang melayang di luar angkasa dan mesin HAL yang menguasai manusia, bahkan bisa mengeliminasi manusia.

    Itu interpretasiku, mbak tapi ada web yang menginterpretasi lain lagi. Lupa url-nya, nanti kalau ktemu aku paste di sini ya. ๐Ÿ˜€

    Web itu bilang bahwa teknologi manusia modern sedemikian canggih, tapi di luar angkasa manusia menjadi bayi (pemula, purba) lagi. Ia belajar jalan lagi, makan cairan, sangat tergantung pada tabung oksigen persis karena luar angkasa bukan habitat manusia modern. Untuk tinggal di luar angkasa (means another step in evolution) manusia mesti jadi bayi bintang, yang wujudnya tidak spt manusia modern saat ini. ๐Ÿ™‚ kan ada adegan bayi yang dalam rahim melayang-layang di kamar si astronot tua.

    Lalu tentang patung transparan kotak yang muncul di jaman purba, planet jupiter dan terakhir di ranjang kematian si astronot aku juga gak telalu ngerti, tp dr bbrp situs itu sptnya menandakan lompatan intelegensia ras manusia gitu, mbak. Tapi entah deh, mbak ๐Ÿ˜€ Enigmatic banget film-nya ๐Ÿ™‚

    Reply
  2. Enggar (Post author)

    Mengingatkan aku pada kisah-kisah serendipity di buku sains (udah lama bacanya, agak lupa) yang berisi penemuan2 tak disengaja (awalnya ingin mencipta Z, eh ketemu x yang membuka jalan tidak saja untuk z tapi juga y. kira2 begitu).
    Betul juga ya, akhir cerita seperti melukiskan bahwa teknologi yang kita temukan bisa menjadi teman sekaligus lawan. Menarik.

    Tentang batu itu memang misterius banget. Entah simbol dari apa, ilmu pengetahuan kah?

    Pantas memang kalau jadi fenomenal filmnya, bisa diinterprestasikan macam-macam. Aku belum pernah baca bukunya Heidegger, terlalu berat ๐Ÿ™‚

    Thanks komentarnya Siska. Menarik banget.

    Reply
  3. Robert

    Halo Enggar!

    Kebetulan sekali menemukan blog Anda yang mengulas kisah tentang review film favorit saya yang nyleneh abis, 2001: a Space Odyssey! Saya juga pernah loh menuliskan sedikit review dan kesimpulan saya mengenai film masterpiecenya Stanley Kubrick ini di blog saya, monggo dicek bila tidak keberatan:

    http://ravenheart-inspirations.blogspot.com/2009/12/2001-space-odyssey-beyond-hope.html

    Sudah nonton film Interstellar-nya Christoper Nolan? Menurut saya kualitas film tersebut setara dengan film 2001: a Space Odyssey ini (tapi dengan level cerita yang lebih mudah dipahami dan kekinian).

    Salam kenal ya ๐Ÿ™‚

    Robert

    Reply
  4. Saya

    Dalam hayalan, saya ingin pergi jauh keluar angkasa, menembus batas terjauh untuk menemukan jawaban. Namun apa yang terjadi, setelah berhasil mencapai tempat terjauh, ternyata saya tak menemukan apa yang saya cari. Saya hanya melihat monolith yang misterius. Yang dulu ada di bumi, kemudian ada di bulan, dan kini ada di sekitar Jupiter. Saya bingung apa maksudnya? Pikiran melayang-layang entah kemana. Kemudian saya melihat diri saya sendiri, semakin tua. Dan lagi-lagi saya lihat monolith yang misterius itu. Hingga akhirnya saya sadar dan siap terlahir kembali dengan pandangan terbuka. Monolith yang misterius, yang mengajarkan saya banyak hal, hingga saya pun menjadi faham. Tak perlu mencari lebih jauh, cukup sampai di sini, sebab jawabannya bakal monolith juga.

    Reply

Leave a Reply to siscaCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.