Belajar Tiada Henti

Berlin

Bis bertingkat dua membawa kami melanjutkan perjalanan menuju Berlin. Terminal bis di Berlin tampak lengang. Kami turun dan bergegas mencari taxi.

Hotel tempat kami menginap letaknya cukup strategis. Tepat di depan hotel adalah pemberhentian bus, jadi mudah bagi kami jika ingin berjalan-jalan. Kamar kami ada di lantai 2.5. Yup, naik lift sampai lantai 2 dan dilanjut naik tangga setengahnya. Unik juga. Belum selesai, di depan kami tampak sebuah tembok besar. Sebuah gagang pintu klasik tersembul. Kami memutarnya. Lantai terasa berderak-derak saat diinjak. Lorong sempit berkelok dengan nomor pintu di sisi kiri dan kanan. Wuih, hotel ini seperti tempat persembunyian para tentara di jaman perang. Tatanan kamar yang kaku dan serba minimalis tertutupi oleh kelembutan dua keping coklat yang dikemas rapi sebagai ucapan selamat datang.

Kami memutuskan berjalan-jalan sore itu. Walaupun langit sore cerah namun udara Berlin cukup dingin. Partner memutuskan untuk berjalan kaki menuju Berlin Pilharmonie yang letaknya tidak begitu jauh dari hotel. Kami masuk ke dalamnya dan melihat beberapa jadwal pertunjukan musik.

Perjalanan masih berlanjut di pusat kota. Kami sampai di perbatasan tembok Berlin, tembok yang dahulu sebelum tahun 1989 pernah memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur. Beberapa bagian tembok masih dipertahankan sebagai pengingat dengan dilampiri foto-foto yang ditempelkan di dinding tembok.

Berlin sangat menarik. Di tengah hiruk pikuk kota mereka memiliki hutan yang luas di tengah kota. Dan itu adalah hutan sungguhan. Di dalamnya tinggal hewan-hewan liar seperti babi (celeng) dan tupai tentu saja. Sayangnya kami tidak bertemu tupai di sini. Mungkin mereka berada jauh di dalam sementara kami waktu itu hanya berjalan di tepi luarnya saja.
“Ah, kapan ya Jakarta punya hutan di tengah kota? Tidak melulu isinya mall?”

Dari tembok Berlin kami menyusuri jalan sampai ke Brandenburg tor atau gerbang Brandenburg. Brandenburg tor dulunya bekas gerbang kota dan simbol utama Berlin. Berfoto sebentar, mampir ke toko souvenir yang menjual berbagai aksesori seperti gantungan kunci, magnet, dan lain-lain sebelum memutuskan kembali ke hotel karena udara yang semakin dingin.

Hari berikutnya kami mengunjungi musium fur naturkunde atau musium sains. Rasanya seperti berada di musium geologi Bandung, karena begitu kami masuk langsung disambut dengan kerangka dinosaurus yang besar-besar itu. Hemm.. keponakan-keponakan saya pasti suka. Mereka hapal nama dan jenis dinosaurus.

Masuk ke ruangan lain tentang bebatuan dan sejarah bumi. Ada layar besar yang berjalan mengelilingi globe. Setiap berhenti pada sebuah pulau atau lapisan bumi maka akan muncul film yang menayangkan sejarah geologi dan ekologi bagian tersebut. Menakjubkan. Rasanya iri deh, berkhayal kapan di negara kita mempunyai musium yang bagus sepert ini. Pasti anak-anak Indonesia banyak yang suka dan tambah pintar.

Di ruangan lainnya ada ruang kecil membentuk planetarium. Sofa-sofa membentuk lingkaran. Di atasnya ada layar terbentang. Film tentang penjelajahan tata surya dan galaksi diputar beberapa jam sekali. Layar kadang tampak begitu dekat menampilkan benda-benda langit dan kemudian menjauh sesuai dengan isi tema dalam film. Di sampingnya dipamerkan bentuk-bentuk fisik dari unsur kimia dalam tabel periodik. Mengasyikkan. Sungguh betah berlama-lama di sini.

Terakhir, kami melihat hewan-hewan yang diawetkan. Ada kura-kura, tupai, kelinci, dan hewan-hewan laut di dalam botol. Yang ini serupa dengan musium zologi di Bogor. Ada juga jenis-jenis serangga seperti yang ada di musium serangga, Taman Mini Indonesia Indah.

Keluar dari musium sains, kami kembali ke Postdamer Platz. Menunggu bis yang akan membawa kami ke hotel. Namun bis tertunda cukup lama. Akhirnya kami memutuskan berjalan kaki di tengah rintik hujan. Kami harus bersiap untuk menonton pertunjukan orkestra di Berlin Pilharmonie.

Rehat sebentar dan kami naik bis menuju Berlin Pilharmonie. Malam itu mereka akan mementaskan Missa Solemnis dari Beethoven. Sebagai choir adalah Bayerischer Rundfunk. Dan sebagai konduktor adalah Herbert Blomstedt.
Rasanya saya baru dengar karya-karya Beethoven yang ini.. hehehe. Tapi memang benar, suguhan yang mereka berikan sungguh keren.

Esok harinya kami bersiap menuju Tegel airport. Belanja apa di Tegel? Wkwkwkwk… Nggak belanja apa-apa. Eh, sebentar kayanya partner beli sesuatu yang bisa dipakai buat minum. Boleh dicuri nggak ya? :>

Sambil menunggu boarding kami mengistirahatkan tubuh di Starbuck. Saya mencicipi masakan timur tengah yang namanya kuskus. Wah, ini sebenarnya bukan pilihan saya. Awalnya saya kira itu pudding. Tapi tak apa deh, lucu juga mencobai menu masakan ini. Kuskus adalah nasi kecil-kecil yang dibumbui kenari dan biji matahari. Rasanya? Hehe, tiba-tiba saya kangen ketoprak, gado-gado, somay dan makanan Indonesia yang tiada duanya.

Ah, Indonesia tunggu ya kami segera datang 🙂

Cerita lebih lengkap ada di blog partner di sini.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.